JAKARTA — Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan pihaknya akan melaporkan lima anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya masing-masing ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Langkah ini, menurut Iqbal, sebagai bentuk dorongan agar penanganan terhadap anggota legislatif yang dianggap bermasalah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan etika parlemen.
Mereka sebelumnya telah dinonaktifkan dari aktivitas kedewanan oleh partai masing-masing, menyusul polemik kenaikan tunjangan DPR dan gelombang protes masyarakat.
"Pengertian nonaktif itu kan tidak ada di Undang-Undang maupun aturan MKD. Partai Buruh bersama KSPI akan melaporkan para anggota DPR tersebut ke MKD hari Rabu. Jadi nanti biar MKD yang memutuskan sanksi apa yang layak diberikan," ujar Said Iqbal di Kompleks Parlemen, Senin (1/9/2025).
Lebih lanjut, Iqbal menyarankan agar anggota DPR yang dinilai menimbulkan keresahan publik diberhentikan secara permanen, bukan hanya dinonaktifkan secara internal oleh partai.
"Ya diberhentikan saja. Karena kan sudah menimbulkan huru-hara di masyarakat," ungkapnya.
Dalam pernyataannya, Iqbal juga menyoroti persoalan komunikasi antara DPR dan publik yang menurutnya belum berjalan efektif.
Ia menyebut bahwa ruang penyampaian aspirasi bagi masyarakat sipil sering kali tertutup, sehingga menciptakan kesan eksklusif dalam proses politik di Senayan.
"Itulah masalahnya. Kalau kita tidak meminta bertemu, sulit untuk menjalin komunikasi politik maupun menyampaikan aspirasi. Seolah kita ini menghadap Tuhan, bukan wakil rakyat. Akibatnya ya seperti ini: ada kesan kesombongan, pamer gaya hidup, dan merasa paling berkuasa. Akhirnya Presiden yang harus turun tangan," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, membenarkan bahwa istilah "nonaktif" tidak dikenal dalam sistem hukum yang mengatur parlemen.
Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) serta Tata Tertib DPR RI.
"Baik tata tertib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif," jelas Said Abdullah, yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDIP.
Dengan tidak adanya dasar hukum atas status "nonaktif", secara teknis para anggota yang dinonaktifkan oleh partainya tetap berhak menerima penghasilan sebagai anggota DPR.
"Dari sisi administratif, mereka tetap menerima gaji," katanya.
Namun demikian, Said Abdullah menghormati keputusan masing-masing partai politik yang menonaktifkan kadernya di parlemen.
"Saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, dan Golkar. Tapi seharusnya pertanyaan mengenai keputusan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut," tambahnya.
Sebagai informasi, mengacu pada Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, disebutkan bahwa anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap memiliki hak keuangan penuh sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 19 ayat 4 menyatakan:
"Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Hak tersebut mencakup gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan penegakan etika dalam tubuh lembaga legislatif.
Proses di Mahkamah Kehormatan Dewan nantinya diharapkan dapat menjadi mekanisme formal yang menjawab keresahan publik dan memberikan kejelasan atas status serta sanksi yang patut diberikan kepada para wakil rakyat yang terlibat polemik.*