Mantan Kadis PUPR Provsu, Topan Ginting (kanan) saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek jalan, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (2/10). (foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
Hal itu disampaikannya saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsiproyekjalan dengan terdakwa M. Akhirun Piliang alias Kirun dan M. Rayhan Piliang, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (2/10).
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu dan menghadirkan Topan sebagai saksi kunci dalam proyek yang diduga bermasalah sejak tahap perencanaan hingga penganggaran.
Topan menjelaskan, setelah dilantik sebagai Kadis PUPR pada akhir Februari 2025, ia menggelar pertemuan internal dengan para Kepala UPTD dan kabid teknis untuk mempresentasikan kondisi infrastruktur di masing-masing wilayah.
Dari pertemuan tersebut, ia menerima laporan kondisi jalan dari Rasuli Efendi Siregar, mantan Kepala UPTD Gunung Tua yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini.
Menurut Topan, proyekjalan yang kini dipersoalkan masuk dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) milik Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut, meski kemudian terbantahkan oleh dokumen PHTC yang ia sendiri bawa ke persidangan.
"Jalan tersebut untuk penanganan segera dan itu masuk dalam PHTC-nya Gubernur, ini adalah terjemahan visi misi Gubernur," kata Topan dalam kesaksiannya.
Lebih lanjut, Topan mengaku bahwa pada awal Maret 2025, dirinya mengetahui adanya pergeseran anggaran yang kemudian menyuntikkan dana untuk dua proyekjalan tersebut. Ia pun melaporkan hal itu kepada Gubernur Bobby Nasution.
"Iya, saya sampaikan. Saya sampaikan bahwa ini… Silakan ditinjau, kata Gubernur," ujarnya menirukan respons Bobby.
Majelis hakim menyoroti fakta bahwa proyek ini tidak dianggarkan dalam APBD 2025 dan hanya muncul setelah adanya pergeseran anggaran.
Hakim pun menegaskan bahwa proyek tersebut tidak memiliki perencanaan awal yang sah, dan hal itu diakui oleh Topan maupun Rasuli dalam sidang.
Selain itu, hakim juga mempertanyakan adanya dugaan pengaturan pemenang proyek, khususnya mengarah kepada terdakwa Kirun, serta peran Topan dalam proses pengumuman proyek.