JAKARTA — Latihan komando gabungan TNI di Morowali, Sulawesi Tengah, bukan sekadar operasi militer di tengah kawasan tambangnikel.
Di balik pendaratan pasukan Kopasgat dan skenario perebutan pangkalan udara pada 20 November 2025 itu, mencuat dugaan keberadaan bandara tertutup PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang disebut tidak berada di bawah pengawasan otoritas Indonesia.
Dalam podcast Forum Keadilan TV, Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies, Edna Caroline Pattisina, mengungkap bahwa bandara yang berada di tengah kawasan industri raksasa seluas 4.000 hektare itu tidak memiliki petugas Bea Cukai, Imigrasi, maupun otoritas navigasi penerbangan.
Kondisi ini ia nilai berbahaya bagi kedaulatan dan keamanan nasional.
Bandara yang Diklaim "Di Luar Radar" Negara Edna menyebut informasi yang ia peroleh menyatakan aparat keamanan pun tidak leluasa memasuki kawasan tersebut.
Arus keluar-masuk barang dan pekerja industri nikel di Morowali disebut berlangsung tanpa kontrol negara.
"Situasi inilah yang memicu pernyataan tegas Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau latihan gabungan," ujar Edna.
Dalam arahannya kepada prajurit, Sjafrie menegaskan negara tidak boleh membiarkan adanya 'negara dalam negara'.
Ia berjanji melaporkan temuan bandara tertutup tanpa otoritas Indonesia itu kepada Presiden Prabowo Subianto.
Edna mengaitkan isu ini dengan konsistensi kebijakan yang sejak lama disuarakan Prabowo mengenai kebocoran tambang ilegal dan hilangnya penerimaan negara.
Pesan Politik di Balik Latihan Militer Latihan komando gabungan di bandara PT IMIP disebut mengandung pesan strategis: negara ingin menegaskan kontrol penuh atas kawasan industri nikel yang sangat vital bagi rantai pasok global.
Menurut Edna, pemilihan Morowali bukan kebetulan. TNI sebelumnya juga berlatih di Bangka Belitung—dua wilayah yang sering disebut sarat konflik tambang dan logistik.