Jakarta,— Sidang kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan timah yang mengakibatkan kerusakan lingkungan senilai Rp 271 triliun semakin memanas. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (7/11/2024), ahli hukum keuangan negara, Siswo Suryanto, dihadirkan oleh jaksa penuntut umum untuk memberikan penjelasan terkait perhitungan kerugian lingkungan yang timbul akibat aktivitas penambangan timah ilegal.
Suryanto menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan yang ada, kerugian yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan harus dihitung menggunakan rumus tertentu. “Jika ada peraturan yang mengatur tentang kerugian lingkungan dan pemulihan habitat, ada rumus yang bisa digunakan untuk menghitung kerugian itu,” ujar Siswo dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto.
Selama sidang, Hakim Eko bertanya tentang siapa yang seharusnya menanggung kerugian tersebut jika penambang tidak melakukan pemulihan lingkungan sesuai kewajibannya. Siswo menegaskan bahwa, menurut hukum, pemulihan kerusakan lingkungan merupakan tanggung jawab utama para penambang. “Jika kewajiban itu diabaikan, maka kerugian akan beralih menjadi tanggung jawab negara,” ujar Siswo.
Menanggapi pertanyaan hakim terkait kapan negara dapat mengambil alih tanggung jawab tersebut, Siswo menjelaskan bahwa peralihan tanggung jawab ini terjadi setelah para penambang gagal memenuhi kewajibannya untuk memulihkan kerusakan. “Untuk sampai tiba di kerugian negara, kewajiban itu lahir, kemudian jika diabaikan, maka tanggung jawab itu beralih ke negara,” jelasnya.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, disebutkan bahwa kerugian negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Dari total tersebut, Rp 271 triliun merupakan kerugian akibat kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan timah ilegal yang dilakukan oleh PT Refined Bangka Tin (PT RBT) dan pihak terkait.
Kasus ini melibatkan beberapa terdakwa, termasuk pengusaha Harvey Moeis yang mewakili PT RBT, Suparta (Direktur Utama PT RBT sejak 2018), dan Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017). Mereka dituduh terlibat dalam praktik penambangan timah ilegal yang merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Jaksa penuntut umum juga memaparkan bahwa kerugian negara tidak hanya mencakup kerusakan lingkungan, tetapi juga kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah yang tidak sesuai prosedur. Berdasarkan audit yang dilakukan, kerugian negara diperkirakan mencapai angka Rp 300 triliun.
Sidang ini diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai tanggung jawab para terdakwa dalam kerugian yang ditimbulkan dan pemulihan kerusakan lingkungan yang harus dilakukan. Proses hukum terhadap ketiga terdakwa ini masih berlanjut, dengan sidang berikutnya dijadwalkan untuk mendalami peran masing-masing terdakwa dalam kasus ini.
(JOHANSIRAIT)
Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kerugian Lingkungan Akibat Tambang Timah? Ahli Hukum Jelaskan