JAKARTA -Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, menegaskan bahwa penangkapan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar alias ZR membuka peluang untuk mengungkap mafia peradilan di Indonesia. Zarof ditangkap terkait dugaan suap yang melibatkan tiga hakim yang memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Menurut Yudi, Zarof Ricar dapat dianggap sebagai “kunci dari kotak pandora” yang menyimpan informasi tentang jaringan mafia peradilan. “Jika ia mau berbicara, banyak orang yang akan masuk penjara,” ungkapnya kepada wartawan.
Zarof, yang dikenal sebagai makelar kasus di lingkungan MA, sempat membuat heboh dengan temuan Kejaksaan Agung (Kejagung) saat penggeledahan di kediamannya, di mana ditemukan uang hampir mencapai Rp 1 triliun dan emas seberat 51 kg. Yudi menyebutkan bahwa temuan ini mencerminkan aktivitas ZR sebagai makelar kasus yang telah berlangsung selama kurang lebih satu dekade. “Zarof bukan pejabat pengambil keputusan di MA, sehingga wajar jika ia hanya berperan sebagai perantara,” jelasnya.
Kejagung sebelumnya telah menetapkan Zarof sebagai tersangka terkait suap yang melibatkan hakim dan pengacara dalam kasus Ronald Tannur. Dalam penjelasannya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa Zarof menjanjikan kliennya pengurusan perkara di MA selama menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA.
Yudi juga menyoroti pentingnya kesaksian Zarof dalam mengungkap lebih banyak kasus mafia peradilan. “Mafia peradilan beroperasi secara tersembunyi dan minim jejak. Jika Zarof mau buka mulut, itu bisa jadi langkah awal untuk bersih-bersih di MA,” harapnya.
Yudi menekankan bahwa Kejagung harus menindaklanjuti pengakuan Zarof, jika ia mau berbicara, untuk mengusut tuntas kasus mafia peradilan. “Sistem peradilan perlu dibersihkan agar dapat menegakkan hukum dan keadilan dengan seadil-adilnya,” ujarnya.
Kejagung juga mengonfirmasi bahwa selama masa jabatannya, Zarof menerima gratifikasi dalam bentuk uang, baik dalam rupiah maupun mata uang asing, untuk memfasilitasi pengurusan perkara di MA. Hal ini menunjukkan bahwa praktik suap dan korupsi telah menjadi masalah serius dalam sistem peradilan di Indonesia.
Dengan kasus ini, banyak pihak berharap agar langkah-langkah lebih lanjut diambil untuk memastikan bahwa praktik mafia peradilan tidak lagi mengganggu proses hukum di Indonesia. Perkembangan ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk reformasi dalam sistem peradilan, termasuk pembersihan di internal MA untuk menghindari adanya makelar kasus di masa depan.
Sebagai catatan, kasus ini menjadi salah satu sorotan utama dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menantikan perkembangan lebih lanjut terkait pengungkapan jaringan mafia peradilan yang lebih luas dan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kejahatan di dalam sistem peradilan.
Dengan demikian, langkah Kejagung untuk menindaklanjuti kasus ini akan menjadi indikator sejauh mana institusi hukum di Indonesia mampu membersihkan dirinya dari praktik-praktik korup yang telah mencemari keadilan.
(N/014)
Mafia Peradilan Terungkap? Yudi Purnomo: Zarof Ricar Akan Seret Banyak Nama