JAKARTA -Hubungan diplomatik antara India dan Pakistan kembali memanas usai tragedi pembantaian turis lokal di wilayah Kashmir. India menuduh Pakistan mendukung kelompok separatis radikal yang bertanggung jawab atas aksi berdarah tersebut.
Dua dari pelaku dikabarkan merupakan warga negara Pakistan, sementara sebagian besar korban berasal dari India.
Sebagai respons atas tragedi itu, India mengambil langkah tegas dengan secara sepihak menyatakan keluar dari Perjanjian Air Sungai Indus yang telah berlaku sejak 1960.
Perjanjian tersebut sebelumnya dimediasi oleh Bank Dunia dan mengatur pembagian air Sungai Indus antara kedua negara.
Langkah India ini langsung mendapat reaksi keras dari Pakistan. Pemerintah Pakistan menilai penghentian aliran air ke wilayah mereka sebagai provokasi serius dan ancaman terhadap kehidupan 240 juta warganya yang sangat bergantung pada Sungai Indus.
"Air merupakan kepentingan nasional yang vital bagi Pakistan dan jalur kehidupan bagi rakyat kami. Upaya penghentian atau pengalihan aliran air akan dianggap sebagai tindakan perang," tegas pernyataan resmi dari Pemerintah Pakistan, seperti dikutip dari Anadolu Agency.
Tak hanya itu, Pakistan juga mengambil langkah balasan lain:
Menutup wilayah udara untuk seluruh pesawat India, termasuk yang terbang dari negara ketiga.
Melarang warga negara India masuk ke wilayah Pakistan melalui skema visa khusus Asia Selatan.
Perjanjian Air Sungai Indus membagi aliran sungai sebesar 70 persen untuk Pakistan dan 30 persen untuk India. Mengingat Sungai Indus mengalir melintasi pegunungan Himalaya dan menjadi salah satu sungai utama di Asia Selatan dengan panjang sekitar 3.200 km, sengketa ini berpotensi memicu krisis kemanusiaan dan konflik militer besar jika tidak segera dimediasi oleh komunitas internasional.
Dampak Regional dan Seruan Perdamaian
Pengamat menilai bahwa keputusan India dapat memicu ketegangan yang jauh lebih besar, terutama karena Sungai Indus menjadi sumber air utama bagi pertanian dan kebutuhan domestik di Pakistan.