BREAKING NEWS
Rabu, 18 Juni 2025

5 WNI Dipecat dari Perkebunan Inggris karena Lelet Memetik Buah

BITVonline.com - Selasa, 23 Juli 2024 04:30 WIB
51 view
5 WNI Dipecat dari Perkebunan Inggris karena Lelet Memetik Buah
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

LONDON -Keberangkatan lima pekerja Indonesia ke Inggris semula terasa seperti peluang emas. Namun, yang seharusnya menjadi awal yang cerah bagi mereka berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui. Mereka diberi harapan untuk bekerja di perkebunan yang menjadi pemasok buah untuk supermarket besar di Inggris, namun kini mereka harus menghadapi akibat tragis akibat dipecat hanya dalam beberapa minggu kedatangan mereka.

Dikutip dari Guardian, salah satu dari lima pekerja tersebut mengungkapkan pengorbanan besar yang dia lakukan untuk mencapai impian itu. Ia menjual tanah keluarganya dan bahkan sepeda motor miliknya serta orang tuanya untuk menutupi biaya perjalanan yang mencapai lebih dari £2.000 atau sekitar Rp 42 juta. Namun, harapan mereka pupus setelah dipecat karena dianggap tidak cukup cepat dalam memetik buah, dengan imbas utang yang kini menggunung.

Tidak hanya itu, tuduhan pungutan liar yang mencuat menambah kompleksitas tragedi ini. Dilaporkan bahwa beberapa pekerja dikenakan biaya ilegal hingga £1.100 atau sekitar Rp 23 juta oleh organisasi di Indonesia yang menjanjikan percepatan proses keberangkatan. Pekerjaan yang diinginkan oleh para pekerja ini diharapkan bisa memberikan penghasilan lebih dari yang mereka dapatkan di Indonesia, di mana penghasilannya hanya sekitar Rp 2 juta per bulan dari berjualan makanan.

Baca Juga:

“Saya bingung, marah, dan kecewa dengan situasi ini. Saya sudah menghabiskan seluruh uang saya untuk datang ke Inggris,” ungkap salah seorang pekerja kepada Guardian, mencerminkan rasa frustrasi yang dirasakan tidak hanya olehnya tetapi juga oleh rekan-rekannya yang terjebak dalam krisis ini.

Kondisi semakin pelik dengan temuan bukti pembayaran kepada pihak ketiga serta transfer dana yang signifikan untuk penerbangan dan visa kepada perekrut berlisensi. Visa kerja mereka berlaku selama enam bulan, namun semua biaya finansial ditanggung sendiri, meninggalkan mereka dalam tekanan ekonomi yang memuncak.

Baca Juga:

Menteri Imigrasi Inggris, Seema Malhotra, menanggapi dengan pertimbangan serius terhadap dugaan eksploitasi dalam sistem visa kerja. Komite Penasihat Migrasi bahkan merekomendasikan perlunya jaminan kerja minimal dua bulan bagi para pekerja musiman seperti mereka.

Perkebunan Haygrove di Hereford, yang menjadi tempat kerja para pekerja, memberikan surat peringatan sebelum memutuskan untuk memecat mereka. Mereka diminta kembali ke Indonesia setelah bekerja selama lima hingga enam minggu, dengan alasan kinerja yang tidak memenuhi target seperti memetik 20 kg ceri dalam satu jam. Para pekerja mengeluhkan kesulitan ini karena produksi buah semakin menurun.

Salah satu pekerja bahkan terpaksa meminjam uang dari bank, teman, dan keluarga, dan kini masih memiliki utang lebih dari Rp 23 juta. “Kenapa aku berakhir seperti ini? Sekarang saya di Indonesia tanpa pekerjaan. Ini tidak adil karena saya sudah berkorban begitu banyak,” keluhnya, mencerminkan ketidakadilan yang mereka rasakan.

Beverly Dixon, Direktur Pelaksana Haygrove, membela perusahaan dengan menyatakan bahwa mereka secara konsisten membayar upah pekerja meskipun kinerja mereka buruk. Dixon juga mengklaim telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pekerja, meskipun target yang ditetapkan berdasarkan standar yang bisa dicapai oleh mayoritas pekerja.

Tidak semua pekerja mengikuti perintah untuk pulang. Dua dari lima pekerja diduga melarikan diri ke London dan menolak untuk naik penerbangan pulang yang telah dipesan untuk mereka. Kini mereka mendapatkan bantuan dari aktivis kesejahteraan migran untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat penampungan.

Andy Hall, spesialis hak-hak buruh migran yang turut membantu para pekerja ini, menilai skandal ini sebagai bukti bahwa risiko dalam skema pekerja musiman di Inggris tidak sepenuhnya dipikul oleh supermarket, peternakan, atau operator skema, tetapi justru oleh pekerja migran dari luar negeri sendiri.

Investigasi yang dilakukan oleh Gangmasters and Labour Abuse Authority (GLAA) terhadap tuduhan pungutan liar di Indonesia memperdalam dampak buruk dari skema ini. Haygrove sendiri mengungkapkan keprihatinan mereka dan mendukung penuh penyelidikan GLAA, namun kisah ini tetap menjadi pukulan berat bagi semua yang terlibat.

Demikianlah kisah kelam lima pekerja Indonesia di Inggris yang seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk meningkatkan perlindungan dan pengawasan terhadap skema pekerja migran. Di balik janji-janji manis dan harapan yang diberikan, masih banyak yang harus diperbaiki dalam perlindungan hak-hak pekerja migran di dunia ini.

(N/014)

Tags
beritaTerkait
Wamentan Sudaryono Dorong Petani Ajukan Kredit Alsintan Bersubsidi
Pemuda Desa Borbor Ditangkap Usai Larikan Remaja ke Pekanbaru
Viral Kursi 11A: Mengenal Fungsi dan Syarat Kursi Darurat di Pesawat
Maruarar Sirait Klarifikasi Wacana Rumah Subsidi 18 Meter: Belum Keputusan Resmi
Jaksa Agung ST Burhanuddin: Jaksa Daerah yang Lemah Tangani Korupsi Siap Dicopot
Gunung Marapi Erupsi Lagi Malam Ini, Warga Panik Dengarkan Dentuman Keras dan Lihat Pijar Api
komentar
beritaTerbaru