MALAYSIA -Ketegangan lintas batas kembali menghantui hubungan maritim antara Indonesia dan Malaysia, kali ini melalui kasus penangkapan tiga kapal nelayan asal Natuna oleh Badan Penegakan Maritim Malaysia (APMM). Dalam pertemuan daring, Konjen RI di Kuching Sarawak Malaysia, Raden Sigit Witjaksono, dengan lugas menegaskan bahwa Indonesia tidak mampu membayar denda yang ditetapkan bagi delapan nelayan Natuna yang tertangkap.
Penangkapan tersebut menuai polemik serius, terutama karena lokasi penangkapan yang dipertanyakan. Meskipun APMM mengklaim bahwa tiga kapal nelayan tersebut telah memasuki perairan Serawak Malaysia, Sigit menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima kordinat atau lokasi pasti penangkapan. Tanpa kordinat yang jelas, diplomasi antara kedua negara semakin sulit dilakukan.
Sementara itu, Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANNA), Hendri, bersikeras bahwa penangkapan para nelayan Natuna tidak didasarkan pada fakta yang kuat. Hendri memastikan bahwa para nelayan tersebut diamankan di wilayah perairan Indonesia, bukan di perairan Malaysia seperti yang dituduhkan. Dalam situasi yang semakin tegang, Hendri dan para nelayan Natuna berharap pemerintah Indonesia dapat melakukan diplomasi yang efektif untuk membebaskan nelayan dan kapal mereka dari penahanan Malaysia.
Kasus ini menyorot kompleksitas diplomasi maritim antara kedua negara tetangga, di mana masalah perbatasan laut dan penegakan hukum maritim menjadi pokok perdebatan. Dengan ketidakjelasan mengenai lokasi penangkapan dan ketidakmampuan Indonesia untuk membayar denda yang ditetapkan, tantangan diplomatik semakin bertambah kompleks. Masyarakat Natuna dan seluruh Indonesia menanti langkah konkret dari pemerintah untuk menyelesaikan krisis ini dengan bijaksana dan menghormati kedaulatan perairan Indonesia.