BREAKING NEWS
Rabu, 15 Oktober 2025

Radikalisasi di Singapura: Ancaman Nyata dari Ekstremisme Daring

Redaksi - Kamis, 13 Februari 2025 12:03 WIB
Radikalisasi di Singapura: Ancaman Nyata dari Ekstremisme Daring
Gedong istana singapur
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BITVONLINE.COM -Penangkapan seorang remaja berusia 18 tahun, Nick Lee Xing Qiu, atas tuduhan merencanakan aksi kekerasan bermotif ideologi "supremasi Asia Timur", kembali menyoroti ancaman nyata radikalisasi daring dan ekstremisme sayap kanan di Asia. Lee ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) setelah pihak berwenang menemukan bukti bahwa ia berencana menyerang komunitas Melayu dan Muslim di Singapura.

Kasus ini bukan insiden pertama. Sebelumnya, dua remaja lain juga ditahan karena kecenderungan ekstremis serupa, menunjukkan pola yang mengkhawatirkan: anak muda yang terpapar propaganda radikal di dunia maya, kemudian berubah menjadi ancaman nyata bagi masyarakat multikultural Singapura.

Kegagalan Deteksi Dini dalam Negara dengan Keamanan Ketat

Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem keamanan dan pendidikan paling maju di dunia. Namun, ironisnya, negara ini masih kecolongan dalam mendeteksi benih-benih ekstremisme sejak dini. Bagaimana seorang remaja dapat mengakses konten Islamofobia secara bebas, menonton ulang video serangan teroris, hingga mengekspresikan ideologi neo-Nazi melalui tato dan pakaian, tanpa terdeteksi lebih awal?

Fakta ini mengindikasikan adanya celah dalam pengawasan dunia maya serta kurangnya kesadaran akan tanda-tanda radikalisasi di lingkungan sekolah dan keluarga.

Ancaman Lebih Besar: Upaya Memicu Perang Ras

Yang lebih mengkhawatirkan, motif Lee tidak sekadar kebencian individu. Ia bercita-cita memicu "perang ras" dengan menciptakan propaganda anti-Melayu dan anti-Muslim, sebuah ancaman serius bagi stabilitas sosial di Singapura dan kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan.

Singapura selama ini membanggakan diri sebagai masyarakat yang harmonis dalam keberagaman, tetapi kasus ini membuktikan bahwa ancaman ekstremisme bisa muncul dari dalam, bahkan di kalangan generasi muda.

ISA Saja Tidak Cukup: Perlu Langkah Deradikalisasi yang Lebih Kuat

Penangkapan melalui ISA mungkin efektif dalam menindak pelaku radikalisasi, tetapi pencegahan jangka panjang membutuhkan strategi yang lebih komprehensif. Beberapa langkah yang perlu segera diperkuat meliputi:

1. Pengawasan Dunia Maya yang Lebih Ketat

Memantau dan membatasi akses terhadap konten ekstremis yang tersebar luas di internet.

Menjalin kerja sama lebih erat dengan platform digital untuk mendeteksi penyebaran propaganda radikal sejak dini.

2. Peran Sekolah dan Keluarga dalam Deteksi Dini

Memperkenalkan pendidikan kontra-radikalisasi di sekolah-sekolah.

Melatih guru dan orang tua untuk mengenali tanda-tanda awal radikalisasi pada anak muda.

3. Program Deradikalisasi yang Lebih Efektif

Mengembangkan program rehabilitasi bagi individu yang telah terpapar ideologi ekstremis.

Melibatkan tokoh agama, komunitas, dan psikolog untuk membantu proses reintegrasi ke dalam masyarakat.

Singapura di Persimpangan: Bertindak atau Kehilangan Harmoni

Kasus Nick Lee Xing Qiu menjadi peringatan keras bagi Singapura dan negara-negara di Asia Tenggara. Jika tidak ada langkah tegas dalam menangani radikalisasi generasi muda, maka insiden serupa akan terus bermunculan, mengancam keharmonisan yang selama ini dibangun dengan susah payah.

Pemerintah Singapura harus menyadari bahwa ISA bukan satu-satunya solusi. Pendidikan, pengawasan digital, serta pendekatan deradikalisasi yang lebih kuat adalah kunci untuk mencegah ekstremisme berkembang lebih jauh. Jika langkah ini diabaikan, bukan tidak mungkin Singapura akan menghadapi tantangan sosial yang lebih besar di masa depan.di lansir dari (cna).

r05

Editor
: Redaksi
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru