"Secara nasional, khususnya yang berhubungan dengan ketamin, itu sudah banyak digunakan secara tidak tepat. Kami menemukan ada kurang lebih 400 ribu vial ketamin yang digunakan secara ilegal di seluruh Nusantara," ujar Taruna.
Ketamin seharusnya digunakan sebagai anestesi medis, namun dalam praktiknya juga kerap disalahgunakan untuk keperluan seperti membuat tato, atau dikonsumsi secara ilegal karena efek halusinatif dan adiktifnya yang mirip dengan psikotropika.
Melihat kondisi ini, BPOM menegaskan akan menyusun aturan yang lebih ketat untuk pengawasan ketamin, termasuk penetapan sanksi berat bagi pelanggarnya.
"Karena tidak digunakan sesuai aturan, kami akan mengatur ini lebih ketat. Termasuk sanksi-sanksinya, yang bisa sampai 12 tahun penjara dan denda minimal Rp 5 miliar," jelas Taruna.
Selain itu, Taruna menyebut bahwa ketamin akan diklasifikasikan sebagai obat tertentu, sehingga penggunaannya bisa diawasi secara khusus, termasuk dari aspek distribusi dan penyimpanan.
Kerja Sama dengan BNN
BPOM juga akan menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam penegakan hukum terhadap penyalahgunaan ketamin. Bila dikategorikan sebagai narkotika, maka pelanggaran terhadap penggunaan ketamin bisa dijerat dengan hukuman yang lebih berat sesuai Undang-Undang Narkotika.