BREAKING NEWS
Rabu, 09 Juli 2025

KPK Temukan Potensi Korupsi di Bank Pembangunan Daerah Terkait Penyaluran Kredit Bermasalah

Justin Nova - Rabu, 14 Mei 2025 14:16 WIB
309 view
KPK Temukan Potensi Korupsi di Bank Pembangunan Daerah Terkait Penyaluran Kredit Bermasalah
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemetaan potensi korupsi terkait penyaluran kredit dan penanganan kredit bermasalah di Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Dalam kajian yang dilakukan Direktorat Monitoring pada 2024, KPK menemukan enam permasalahan besar yang berpotensi menimbulkan korupsi di beberapa BPD yang diambil sampel.

Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa dari hasil audit, ditemukan adanya indikasi fraud dalam penyaluran kredit/pembiayaan bermasalah. "Sebanyak empat jenis fraud ditemukan pada BPD sampel, dengan nilai penyaluran kredit mencapai Rp 451,19 miliar," ujarnya dalam keterangan pers yang dirilis pada Rabu (14/5).

Keempat jenis fraud tersebut meliputi side streaming (penggunaan kredit yang tidak sesuai peruntukannya), debitur fiktif, debitur topengan, dan rekayasa dokumen. Fraud-frad tersebut ditemukan dalam periode 2013–2023, mengindikasikan adanya kelemahan dalam pengawasan internal BPD.

Permasalahan kedua yang ditemukan adalah key person kredit yang tidak masuk dalam kepengurusan perusahaan atau bukan pemegang saham pengendali (PSP). Pada tiga BPD yang dijadikan sampel, KPK menemukan empat kredit macet dengan total nilai Rp 260 miliar antara tahun 2013 hingga 2020. KPK menyoroti bahwa analisis kelayakan kredit lebih menitikberatkan pada profil key person dibandingkan dengan profil perusahaan, yang menyebabkan kredit macet ketika key person tersebut tidak lagi terlibat dalam perusahaan.

Permasalahan ketiga yang ditemukan adalah adanya termin pembayaran proyek atau pekerjaan yang tidak diterima bank. Dalam sampel BPD, KPK mencatat sebelas penyaluran kredit bermasalah dengan nilai Rp 72 miliar pada periode 2013–2020. Kasus ini sering terjadi pada pembiayaan sektor konstruksi, di mana ditemukan pengalihan rekening penerimaan pembayaran proyek ke bank lain tanpa sepengetahuan BPD, serta pencairan kredit yang jauh melebihi progres pekerjaan.

Permasalahan keempat adalah penyaluran kredit kepada usaha atau debitur yang tidak layak atau feasible untuk dibiayai. KPK mencatat sebanyak enam penyaluran kredit macet senilai Rp 224,7 miliar yang terjadi pada lima BPD antara 2007 dan 2022. Permasalahan ini terkait dengan lemahnya verifikasi dan validasi usaha yang diajukan debitur.

Masalah kelima yang ditemukan adalah jaminan untuk kredit bermasalah yang tidak dapat dieksekusi. KPK menemukan bahwa terdapat jaminan kredit yang statusnya macet dan bermasalah, dengan total nilai mencapai Rp 234,4 miliar selama periode 2007–2022. Jaminan bermasalah ini mencakup nilai yang lebih rendah dari pinjaman yang diberikan dan dokumen kepemilikan yang tidak jelas.

Terakhir, KPK juga menemukan adanya moral hazard dalam pembayaran kredit multiguna (KMG). KPK mencatat adanya kredit macet yang diberikan kepada anggota DPRD Provinsi periode 2015–2019 dan 2019–2024 yang berstatus macet dengan total nilai Rp 20,867 miliar. Permasalahan ini terjadi akibat keengganan anggota DPRD untuk melunasi kewajiban mereka, terutama setelah terjadi pergantian antar waktu (PAW).

Sejumlah potensi korupsi ini kemudian dibahas dalam pertemuan antara KPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Merah Putih KPK pada hari ini, Rabu (14/5). Dalam pertemuan tersebut, KPK memberikan beberapa rekomendasi untuk mengatasi temuan-temuan tersebut.

"KPK merekomendasikan OJK dan Direktur Utama BPD untuk melakukan pendalaman dan audit terkait temuan ini. Kami juga mendorong perbaikan regulasi untuk menutup kelemahan dalam penyaluran kredit serta pengaturan ruang lingkup diskresi," ungkap Budi.

KPK juga memberikan rekomendasi kepada pihak terkait lainnya, seperti Direktur Utama BPD untuk mengintensifkan penagihan terhadap kredit macet, serta Dirjen Bina Keuangan Daerah (BKD) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memastikan bahwa skema pencairan kredit atau pembiayaan dilaksanakan berdasarkan progres pekerjaan.

Editor
: Justin Nova
Tags
komentar
beritaTerbaru