Konferensi pers merilis lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan dan preservasi jalan di Sumut, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/6/2025). (Foto: Ronald Harahap)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA — Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting alias TOP, terus menuai reaksi dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Puteri Leida Harahap, tokoh perempuan yang dikenal vokal di organisasi kemasyarakatan GEMMA PETA INDONESIA.
Dalam keterangannya kepada media, Puteri menilai OTT KPK ini sebagai bukti kuat bahwa praktik "komitmen fee proyek" atau gratifikasi dalam pengadaan proyek pemerintah memang nyata terjadi, meskipun tidak pernah tertuang secara tertulis dalam dokumen resmi.
"Komitmen fee proyek itu selalu ada meski tidak tersurat. Itu merupakan bentuk kesepakatan jahat antara pemberi dan penerima pekerjaan. Bahkan bagian untuk pimpinan tertinggi pun biasanya sudah diperhitungkan," ujar Puteri dengan nada tegas, Minggu (29/6/2025).
Puteri juga mengutip keterangan resmi dari KPK, di mana dalam konferensi pers yang digelar Sabtu (28/6) di Gedung Merah Putih, Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu membeberkan kronologi kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan Sipingot, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), hingga Batas Labuhanbatu Selatan (Labusel).
Proyek ini dirancang sejak April 2025 dan telah diarahkan agar dimenangkan oleh PT Dalihan Natolu Grup (PT DNG), milik Muhammad Akhirun alias KIR.
"Survey lokasi proyek dilakukan tanggal 22 April 2025 oleh KIR, TOP, dan pejabat UPTD II Gunung Tua Rasuli Efendi Siregar alias RES. Proyek itu sudah disiapkan sedari awal untuk PT DNG. Bahkan, pengaturan proses e-katalog sudah dilakukan demi memastikan PT DNG menjadi pemenang," jelas Asep dalam konferensi pers.
KPK mengungkap bahwa komitmen fee proyek diduga berkisar antara 10% hingga 20% dari nilai proyek yang mencapai Rp231,8 miliar.
Dari jumlah itu, TOP disebut akan menerima sekitar 4% hingga 5%, yang jika dikalkulasi setara dengan sekitar Rp8 miliar, dibayarkan secara bertahap sesuai termin proyek.
KPK juga mendapati adanya pembayaran awal atau perskot dari KIR kepada RES, yang diberikan baik secara tunai maupun melalui transfer ke rekening pribadi.
Dana sebesar Rp231 juta yang disita KPK disebut sebagai sisa dari total Rp2 miliar yang ditarik KIR sebelumnya.
Tak hanya menyoroti soal gratifikasi, Puteri Leida juga mempertanyakan kemungkinan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.