JAKARTA - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyampaikan kritik tajam terhadap Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) 2025 yang tengah dibahas di DPR RI.
Isnur menilai bahwa substansi dalam draf revisi tersebut justru berpotensi memperlemah keadilan prosedural dan melanggengkan praktik kekerasan oleh aparat penegak hukum.
"Revisi KUHAP ini seharusnya menjadi momen emas untuk memperkuat prinsip keadilan dan kontrol terhadap aparat. Tapi justru yang terjadi sebaliknya, ini bisa melegalkan kekerasan dan memperkuat impunitas," ujar Isnur saat dihubungi Beritasatu.com, Jumat (11/7).
Minim Evaluasi, Ruang Impunitas Terbuka Lebar
Salah satu sorotan utama YLBHI adalah ketiadaan mekanisme evaluasi terhadap aparat penegak hukum yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Menurut Isnur, selama ini masyarakat terlalu sering menjadi korban dari aparat yang bertindak sewenang-wenang.
"Praktik kekerasan oleh penyidik, intimidasi terhadap saksi, hingga rekayasa kasus masih sering terjadi. Tapi dalam draf RUU KUHAP ini, tidak ada pengawasan yang memadai terhadap mereka," tegasnya.
Ketidakhadiran sanksi atau evaluasi hanya akan membuka ruang lebih besar bagi impunitas. Isnur menyebut bahwa RUU ini sama sekali tidak berpihak pada korban kekerasan dan justru memberi kekuasaan lebih besar kepada aparat.
RUU KUHAP Dinilai Represif dan Abaikan Kebebasan Sipil
Isnur juga menyampaikan bahwa sejumlah pasal dalam draf RUU KUHAP berpotensi digunakan untuk membungkam kritik publik dan memperluas kriminalisasi terhadap kelompok sipil, aktivis, hingga masyarakat adat.
"Jika RUU ini disahkan tanpa perbaikan, maka negara akan memiliki alat legal untuk menindas rakyatnya. Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal perlindungan hak asasi manusia," ujarnya.
Pembahasan Terburu-buru, Minim Partisipasi Publik
Tak hanya substansi, proses pembahasan RUU KUHAP pun menjadi sorotan tajam. Isnur mengungkapkan bahwa ribuan pasal dalam RUU ini dibahas hanya dalam waktu singkat, tanpa melibatkan partisipasi luas dari masyarakat sipil dan kelompok terdampak.