Sinergi antara Kemendikbud dan Kementerian Ketenagakerjaan menjadi sangat penting, karena keselamatan siswa bukan hanya urusan pendidikan, tetapi juga urusan ketenagakerjaan masa depan mereka.
Dunia industri juga memiliki peran penting dalam mendukung kurikulum K3 di sekolah, terutama dalam memberikan pembekalan nyata mengenai budaya keselamatan kerja.
Dunia industri dapat terlibat dengan menyediakan pelatihan atau workshop K3, menjadi mitra praktik kerja lapangan, memberikan donasi alat pelindung diri (APD), dan membantu merancang modul-modul K3 yang kontekstual.
Selain itu, orang tua juga berperan dalam membangun kesadaran di rumah, mendorong anak untuk selalu memakai APD, dan memonitor kegiatan PKL anak mereka.
Siswa, sebagai subjek dan objek kurikulum K3, harus dilibatkan dalam program K3 untuk membentuk budaya sadar keselamatan.
Keterlibatan siswa dapat dilakukan dengan membentuk kelompok peduli K3, mengadakan lomba-lomba bertema keselamatan, dan melibatkan siswa dalam evaluasi K3.
Kolaborasi multi-stakeholder menjadi kunci keberhasilan dalam merancang dan menjalankan kurikulum K3, di mana tidak ada satu stakeholder pun yang dapat berjalan sendiri dalam mewujudkan lingkungan belajar yang aman dan sehat.
Dengan demikian, keterlibatan stakeholder dalam kurikulum K3 tidak hanya membentuk siswa yang selamat secara fisik, tetapi juga membentuk karakter tangguh, disiplin, dan bertanggung jawab.
Ini adalah investasi jangka panjang yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh individu siswa, tetapi juga oleh masyarakat dan dunia kerja.
Sudah saatnya K3 tidak hanya menjadi pelengkap dalam sistem pendidikan, tetapi menjadi fondasi, karena pada akhirnya, siswa yang sadar akan keselamatan adalah siswa yang sadar akan masa depannya.*
*) Dosen Fakultas Teknik UMSU,Sekretaris LPCR-PM PWM Sumut, Wakil Ketua Lembaga Pelatihan Kerja Teknik Indonesia (LPKTI) dan Ketua Umum Assosiasi Alumni Teknologi Teladan Medan.