Persis seperti yang telah diingatkan Nabi Muhammad jauh abad ke belakang, yang menyampaikan sesuatu yang sederhana namun mendalam: Barang siapa yang dapat menjamin bagiku apa yang ada di antara dua rahangnya (lisannya), dan apa yang ada di antara dua kakinya, maka aku akan menjamin baginya surga. (HR. Bukhari)
Apa yang diucap Nabi SAW itu bukan sekadar pesan spiritual. Tapi fondasi etik dalam membangun relasi—terutama relasi yang rawan oleh kuasa. Kampus seharusnya menjadi penjaga nilai itu. Menjadi tempat relasi dosen dan mahasiswa dibangun atas kepercayaan, bukan pemanfaatan. Atas keberanian berpikir, bukan penaklukan tubuh.
Ini bukan sekedar catatan kemarahan atas kekerasan seksual. Uraian ini ajakan untuk melihat kembali: dunia akademik, betapapun tampaknya cerdas dan bermartabat, bisa menyimpan kekerasan yang sangat sunyi. Dan, intelektualitas tanpa keberadaban hanya akan menjadi kedok dari hasrat yang tak disadari atau disangkal.
Pada akhirnya, tidak ada pendidikan sejati tanpa keselamatan. Dan, tidak ada keselamatan jika yang paling lemah terus dibungkam oleh mereka yang mengaku paling intelek dan berilmu.* (news.detik.com)