BREAKING NEWS
Minggu, 17 Agustus 2025

Yang Perlu Dilengkapi dalam Ketentuan Saksi Mahkota

Redaksi - Sabtu, 16 Agustus 2025 07:44 WIB
Yang Perlu Dilengkapi dalam Ketentuan Saksi Mahkota
Ilustrasi. (foto: hukumonline)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Andreas Calvin Tamara

JULI 2024, draf Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sedang memasuki tahap pembahasan dan mendapat banyak masukan dari berbagai elemen Masyarakat. Salah satu bagian penting yang diatur dalam RUU KUHAP tersebut adalah ketentuan mengenai Saksi Mahkota yang diatur dalam Pasal 69 – 70. Sayangnya, upaya untuk mengatur Saksi Mahkota dalam RUU KUHAP meninggalkan persoalan serius dalam perlindungan Hak Asasi Tersangka/Terdakwa, yakni minimnya mekanisme pengawasan terhadap penetapan status Saksi Mahkota.

Baca Juga:

Kesalahan Pemahaman Saksi Mahkota

Baca Juga:

Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan Saksi Mahkota, perlu pertama-tama dipahami dengan benar definisi dari Saksi Mahkota itu sendiri. Saksi Mahkota sering diidentikkan dengan beberapa Terdakwa yang bergantian menjadi Saksi dalam perkara Terdakwa lainnya yang sering kita praktekkan dalam perkara splitsing. Namun demikian, menurut Ahli Hukum Pidana Andi Hamzah (2008), pemahaman ini keliru. Menurut dia, Saksi Mahkota sebenarnya merujuk kepada salah seorang Terdakwa yang sepakat untuk bersaksi memberatkan kawan-kawannya, dan atas kesaksian yang memberatkan tersebut, dia diberikan "Mahkota" dan tidak dijadikan Terdakwa lagi.

Dapatlah kita simpulkan bahwa karakteristik utama dari Saksi Mahkota bukanlah terletak pada para Tersangka yang saling bergantian menjadi Saksi dalam perkara Tersangka lainnya, melainkan esensinya ada pada suatu pemberian "imbalan" kepada Tersangka yang bersedia mengkhianati teman-temannya dan menjadi Saksi Mahkota.

Kesalahpahaman konsep tentang definisi Saksi Mahkota ini pun sepertinya belum diluruskan dengan tegas dalam RUU KUHAP. Sekalipun telah diatur mengenai "imbalan" yang akan diberikan kepada Saksi Mahkota, RUU KUHAP masih mendefinisikan Saksi Mahkota sebagai "Tersangka atau Terdakwa dengan peran ringan yang dijadikan Saksi untuk membantu mengungkap keterlibatan pelaku lain dalam perkara yang sama". Dalam definisi tersebut, belum terlihat adanya suatu keharusan pemberian "imbalan" kepada Saksi Mahkota.

Upaya Meniru yang Gagal

Jika kita telusuri, konsep Saksi Mahkota sebenarnya diambil dari praktek penegakan hukum pidana di Belanda (Hamzah, 2008). Saksi Mahkota sendiri sebenarnya adalah terjemahan literal dari istilah Belanda Kroongetuige dan menukil dari De Roos (2017), Kroongetuige merujuk pada suatu konsep dimana seorang Tersangka diberikan pengurangan hukuman sebagai ganti dia memberikan keterangan yang memberatkan Tersangka lainnya.

Namun demikian, upaya pengadopsian konsep Kroongetuige menjadi Saksi Mahkota dalam RUU KUHAP menurut Penulis adalah suatu upaya yang gagal. Dalam RUU KUHAP, hanya diatur tentang kapan dan bagaimana Saksi Mahkota dapat digunakan. Satu hal penting yang belum diatur dengan jelas adalah mekanisme pengawasan terhadap penetapan Saksi Mahkota tersebut.

Dalam menggunakan Saksi Mahkota, Pengadilan HAM Eropa (European Court of Human Rights) telah memperingatkan kita akan bahaya penggunaannya. Dalam kasus Cornelis v. the Netherlands (2004), Pengadilan HAM Eropa menyatakan:*

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Koruptor e-KTP Setya Novanto Dinyatakan Bebas Bersyarat dari Lapas Sukamiskin
KPK Geledah Rumah Gus Yaqut Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK Jadwalkan Pemeriksaan Rektor USU Terkait Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut
Jaksa Tolak Pleidoi Fariz RM, Tegaskan Tak Ada Penyesalan dari Terdakwa?
Mahfud MD Tegaskan Vonis Silfester Matutina Belum Kedaluwarsa, Kejagung Diminta Segera Eksekusi
KPK Tetapkan Tiga Tersangka Baru dalam Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19
komentar
beritaTerbaru