
Aksi ESG: Tambang Berkelanjutan Menuju Harmoni Masyarakat, Membangun Ekonomi Lokal
Oleh Mahmuda Mora Siregar adsenseENVIRONMENT, Social, Governance (ESG) merupakan satu aksi total quality dari satu perusahaan yang menjad
OpiniOleh : Dr (c) H. Laksamana Muflih Iskandar Hasibuan, Lc, M.Ag.,MA.
PERDAMAIAN dan pengakuan adat
Kesepakatan Helsinki pada 15 Agustus 2005 bukan sekadar penandatanganan perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Ia merupakan kontrak moral dan politik yang menegaskan pengakuan negara terhadap kekhususan Aceh, termasuk sistem nilai, budaya, dan hukum adat yang telah hidup berabad-abad. Melalui Memorandum of Understanding (MoU) itu, negara berkomitmen menata ulang relasi dengan Aceh dalam bingkai NKRI yang menghormati kedaulatan sosial-budaya masyarakatnya.
Baca Juga:
Dari pengakuan ke pelaksanaan
UUPA menegaskan keberadaan MAA sebagai lembaga representatif dan koordinatif bagi seluruh struktur adat di Aceh — dari mukim hingga gampong. Melalui sejumlah qanun, terutama Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, MAA memperoleh mandat untuk melestarikan nilai-nilai adat, menyelesaikan sengketa sosial, serta memberikan pertimbangan budaya kepada pemerintah.
Namun, antara norma dan pelaksanaan terdapat jurang yang lebar. Sejumlah klausul substantif MoU tidak sepenuhnya teradopsi dalam UUPA, sementara pelaksanaan UUPA sendiri menghadapi hambatan politik dan kelembagaan. Akibatnya, MAA sering berada dalam posisi ambigu: diakui secara hukum, tetapi lemah dalam pelaksanaan.
Dalam perspektif hukum adat, ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah pengakuan itu bersifat substansial atau sekadar simbolik?
Analisis: pengakuan tanpa pemberdayaan
Kedudukan MAA mencerminkan paradoks antara "pengakuan formal" dan "kemandirian substantif." Terdapat tiga persoalan utama yang perlu dikritisi.
Pertama, ketergantungan normatif terhadap qanun.
UUPA hanya memberi kerangka dasar, sementara kekuasaan detail MAA ditentukan oleh qanun daerah. Artinya, keberlanjutan MAA bergantung pada dinamika politik lokal. Jika qanun tidak diperkuat atau tidak konsisten, maka fungsi adat hanya akan bertahan di tataran simbolik—menjadi ornamen kebudayaan, bukan instrumen sosial yang hidup.
Kedua, instrumentalisasi politik terhadap lembaga adat.
Secara ideal, MAA berperan sebagai mediator antara nilai-nilai adat dan pemerintahan formal. Namun, dalam praktik, ia sering terseret dalam tarikan kepentingan elit politik lokal. Akibatnya, otonomi moral lembaga adat tereduksi menjadi perpanjangan tangan birokrasi. Padahal, kekuatan sejati adat terletak pada kepercayaan publik, bukan pada kedekatan politik.
Ketiga, disharmoni sistem hukum.
MAA memegang peran strategis dalam penyelesaian sengketa adat. Tetapi koordinasi antara peradilan adat, Mahkamah Syar'iyah, dan sistem peradilan nasional belum terbangun secara utuh. Tumpang tindih yurisdiksi, lemahnya mekanisme eksekusi, serta ketiadaan jalur banding yang jelas menimbulkan ketidakpastian hukum. Akibatnya, peradilan adat kerap dianggap "alternatif informal" ketimbang "sub-sistem hukum resmi" dalam tata hukum nasional.
Jalan keluar: reposisi kelembagaan
Penguatan MAA tidak dapat didekati dengan logika administratif semata. Ia memerlukan reposisi strategis dalam bingkai hukum, politik, dan sosial. Ada tiga langkah mendesak.
Pertama, harmonisasi hukum.
Diperlukan telaah bersama antara Pemerintah Aceh, DPR Aceh, dan Pemerintah Pusat untuk meninjau pasal-pasal UUPA yang belum sepenuhnya mencerminkan semangat MoU Helsinki. Harmonisasi ini bukan sekadar teknis legislasi, melainkan penegasan kembali nilai dasar perdamaian: keadilan, partisipasi, dan penghormatan terhadap kearifan lokal.
Oleh Mahmuda Mora Siregar adsenseENVIRONMENT, Social, Governance (ESG) merupakan satu aksi total quality dari satu perusahaan yang menjad
OpiniPADANGSIDIMPUAN Kasus dugaan pemerasan terhadap seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Padangsidimpuan berbuntut panjang. Empat
PemerintahanBATUBARA Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Labuhan Ruku, Soetopo Berutu, didampingi Kasubag Tata Usaha Suriawan, melakuk
PemerintahanBATUBARA Dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban di dalam lembaga pemasyarakatan, Lapas Kelas IIA Labuhan Ruku kembali melaksa
PeristiwaMEDAN Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar mendukung saran Sekretaris Jenderal (Sekjend) Kemendagri, Tomsi Tohir yang meminta G
PemerintahanSIMALUNGUN Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Simalungun, Ny. Darmawati Anton Achmad Saragih
PemerintahanBATU BARA Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Labuhan Ruku terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia para War
NasionalTABANAN Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali sekaligus Duta Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS PADAS), Ny. Putri Suastini Koster,
NasionalJAKARTA Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) Lemdiklat Polri menerima kunjungan kehormatan dari delegasi Kepolisian Prancis pada Selasa, 7 O
PolitikJAKARTA PUSAT Upaya penyelundupan narkotika jenis sabu seberat lebih dari 12 kilogram berhasil digagalkan jajaran Polres Metro Jakarta P
Hukum dan Kriminal