BREAKING NEWS
Senin, 20 Oktober 2025

Istihsan: Urgensi dan Penerapannya di Era Kontemporer

Redaksi - Senin, 20 Oktober 2025 09:06 WIB
Istihsan: Urgensi dan Penerapannya di Era Kontemporer
Ustazd Said Heriadi, Pegiat Da'wah Aceh Selatan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Selatan, serta Pegawai Kemenag Aceh Selatan. (foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Jika hukum didasarkan hanya pada Qiyas ini, transplantasi organ akan dilarang mutlak, yang berarti menghukum pasien yang sakit parah (gagal ginjal, gagal jantung, dll.) dengan kematian yang tidak terhindarkan.

Penerapan ISTIHSAN (Solusi Berdasarkan Kebutuhan Mendesak)
ISTIHSAN (yang didasarkan pada dalil Dharurah—kebutuhan yang sangat mendesak) memungkinkan penetapan hukum yang melonggarkan pelarangan awal karena adanya tujuan yang lebih tinggi, yaitu menyelamatkan nyawa (hifz an-nafs).

Ketika dihadapkan pada kasus transplantasi organ, Fikih Islam harus membuat keputusan yang berani dan adaptif, mengatasi larangan awal demi tujuan yang lebih mulia: menyelamatkan nyawa. Proses pembolehan ini didasarkan pada tiga prinsip Syari'ah fundamental yang bekerja secara sinergis:

Pertama, adanya Kebutuhan Mendesak Tubuh Hidup (Dharūrah Tubūh Ḥayāt) dari pihak penerima organ. Bagi pasien yang mengalami gagal organ, kondisinya adalah kebutuhan mendesak (dharūrah) yang secara langsung mengancam nyawanya. Dalam keadaan kritis ini, Hukum Islam menyediakan kaidah pengecualian: Al-Dharūrāt tubīḥu al-Maḥẓūrāt (Kebutuhan mendesak membolehkan hal-hal yang dilarang). Dengan kata lain, demi menjaga salah satu tujuan utama syariat (hifẓ an-nafs—menjaga jiwa), prosedur yang awalnya dilarang (seperti merusak keutuhan tubuh) diizinkan sementara.

Kedua, keputusan ini didukung oleh Kaidah Menolak Kerusakan (Dar'u al-Mafāsid). Dalam penetapan hukum, Syariat selalu memprioritaskan penolakan bahaya besar diatas kepentingan yang lebih kecil. Dalam kasus transplantasi, prioritas tertinggi adalah menghilangkan bahaya besar—yaitu kematian pasien penerima—daripada mempertahankan larangan yang relatif lebih ringan, seperti mempertahankan keutuhan tubuh donor yang sudah dipastikan meninggal.

Terakhir, pembolehan ini sejalan dengan prinsip Kemaslahatan Umum (Maṣlaḥah Mursalah). Mengizinkan transplantasi secara umum akan mendatangkan kemaslahatan yang luas bagi seluruh masyarakat. Prosedur ini tidak hanya meningkatkan kualitas hidup individu yang sakit parah, tetapi juga secara kolektif mensejahterakan kesehatan publik. Keputusan ini memperkuat peran medis sebagai sarana untuk mencapai kebaikan umum. Dengan mengedepankan ketiga prinsip ini, fikih kedokteran berhasil menemukan jalan tengah yang etis dan syar'i, memandang transplantasi bukan sebagai pelanggaran, melainkan sebagai upaya heroik untuk menjaga kehidupan.

Syarat yang Ditegakkan
Melalui ISTIHSAN, transplantasi organ diizinkan, tetapi dengan syarat ketat untuk menghilangkan potensi kerusakan lain (mafsadah), antara lain:

1. Tidak Boleh Diperjualbelikan: Organ harus diberikan secara sukarela, bukan dibeli, untuk menjaga kehormatan tubuh manusia.
2. Kepastian Kematian Donor (Donor Mati): Jika organ diambil dari donor yang meninggal, kematiannya harus dipastikan secara medis (mati otak) dan pengambilan organ tidak boleh menjadi penyebab kematiannya.

Dengan demikian, ISTIHSAN berfungsi sebagai perangkat yang menjembatani prinsip agama (kehormatan tubuh) dengan realitas medis modern (kemampuan menyelamatkan nyawa), demi tercapainya kemaslahatan umat.

Kapasitas Pelaku ISTIHSAN
Karena ISTIHSAN adalah alat yang kuat untuk "menyimpang" dari kaidah umum (bukan penyimpangan dari nash Al-Qur'an dan Sunnah), maka orang yang melakukannya harus memiliki kualifikasi keilmuan yang sangat tinggi. Mereka yang mempunyai kapasitas melakukan ISTIHSAN adalah Mujtahid Mutlak atau setidaknya Mujtahid Muqayyad yang diakui. Beberapa syarat mendasarnya meliputi:

Ilmu Ushul Fikih Mendalam: Memahami secara komprehensif seluruh kaidah Ushul Fikih, sehingga mampu membedakan mana Qiyas yang lebih kuat (Jali) dan mana Qiyas yang lebih tersembunyi (Khafi/Istihsani).

Penguasaan Dalil Nash: Menguasai Al-Qur'an dan Sunnah (termasuk asbab al-nuzul dan asbab al-wurud) serta pandangan ulama terdahulu (Aqwal al-Salaf) untuk memastikan ISTIHSAN tidak bertentangan dengan dalil utama.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
43 Kasus Korupsi Dibongkar, Pemerintahan Prabowo-Gibran Tekan Kerugian Negara Rp320 Triliun!
Ketua NasDem Sumut Terima Permintaan Maaf Kapolda, Tapi Desak Proses Hukum Jalan Terus
Polisi Gerebek Pesta Seks Sesama Jenis di Surabaya, 34 Pria Diamankan
Kapolda Sumut Minta Maaf Atas Salah Tangkap Ketua NasDem
Andre Taulany Siap Bayar Nafkah Rp1 Miliar, Erin Balas dengan Ancaman Bongkar Bukti Pengkhianatan
Penguatan Aspek Hukum dalam Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Daerah di Tengah Dinamika Globalisasi
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru