HORAS….! Dari tepi Danau Toba yang luas dan tenang, suara kecil dari kampung kami kembali bergema: rakyat meminta keterbukaan. Ini bukan seruan kemarahan, tapi panggilan untuk kejujuran.
Di tengah segala retorika tentang pembangunan hijau dan keberlanjutan, masih banyak hal yang tersembunyi di balik dinding birokrasi.
Barusan, saya mengirim surat resmi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Surat itu berisi permohonan agar KLHK membuka dokumen Rencana Kerja Usaha (RKU) dan/atau Rencana Kerja Tahunan (RKT) milik PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) untuk periode 2023–2025, beserta riwayat izin usaha perusahaan tersebut sejak 1984.
Permintaan itu sederhana. Tapi bagi masyarakat di sekitar Danau Toba, itu adalah permintaan yang sangat penting — karena menyangkut masa depan tanah, air dan udara yang kami hirup setiap hari.
Hutan yang Tertutup dari Rakyat Bagi masyarakat adat di kawasan Danau Toba, nama PT Toba Pulp Lestari (TPL) bukanlah hal asing. Sejak masih bernama PT Inti Indorayon Utama, perusahaan ini sudah mengelola konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang sangat luas di Sumatera Utara.
Puluhan tahun telah berlalu, dan di balik sederet peraturan, izin, serta perubahan nama perusahaan, yang tersisa bagi masyarakat adalah pertanyaan: apa yang sebenarnya terjadi di hutan kami?
Kami tidak ingin berdebat tanpa dasar. Justru karena ingin bicara berdasarkan data, kami meminta dokumen resmi dari negara. Kami ingin tahu: berapa luas sebenarnya wilayah konsesi TPL yang kini masih aktif?
Bagaimana rencana produksinya hingga 2025? Apakah masih ada tumpang tindih dengan tanah adat? Apakah analisis dampak lingkungannya (AMDAL) telah diperbarui sesuai kondisi terbaru?
Pertanyaan-pertanyaan itu seharusnya bisa dijawab dengan satu hal sederhana: transparansi. Namun sayangnya, dokumen-dokumen penting itu belum tersedia secara terbuka di laman resmi pemerintah.
Rakyat masih harus menulis surat panjang untuk sekadar meminta informasi yang seharusnya bersifat publik.