Keterbukaan justru akan memperkuat kepercayaan publik. Sebaliknya, kerahasiaan hanya akan menimbulkan kecurigaan dan memperdalam luka sosial yang sudah lama ada.
Dari Danau Toba, Suara untuk Indonesia Permohonan informasi publik dari Siogung-ogung, Pangururan, Samosir, Sumatera Utara ini mungkin tampak kecil di mata birokrasi pusat. Namun sesungguhnya, itu adalah bagian dari suara besar rakyat di seluruh Indonesia yang menuntut tata kelola sumber daya alam yang jujur dan adil.
Masyarakat adat di Kalimantan, Sulawesi, Papua, hingga Sumatera, semuanya menghadapi masalah serupa: izin diberikan, tapi informasi ditutup.
Surat yang saya kirim bukan hanya milik Yayasan Pusuk Buhit, tetapi simbol dari kerinduan banyak komunitas lokal agar negara hadir sebagai pelindung, bukan sekadar regulator bagi kepentingan modal besar.
Jika negara ingin membangun citra Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas, maka yang harus dibangun pertama-tama bukanlah resort atau jalan tol, melainkan kejujuran. Tidak ada keindahan yang bisa bertahan di atas kebohongan ekologis.
Menunggu Jawaban Kami tahu, mungkin permintaan ini akan melewati proses birokrasi yang panjang. Tapi kami percaya, tidak ada perjalanan menuju kebenaran yang sia-sia.
Kami tidak menuntut keistimewaan — hanya keadilan. Kami tidak menolak pembangunan — kami hanya ingin memastikan pembangunan itu tidak menghancurkan masa depan anak cucu kami.
Dan bila surat kecil dari Siogung-ogung ini sampai ke meja pejabat di Jakarta, semoga ia tidak dibaca sebagai ancaman, melainkan sebagai doa: doa agar negara kita benar-benar belajar mendengar, belajar jujur, dan belajar menghormati hak rakyat atas lingkungan yang sehat dan adil.
Horas, Indonesia. Dari Tepian Danau Toba, kami menunggu jawabanmu….!*
*)Penulis adalah Ketua Yayasan Pusuk Buhit, Siogungogung, Samosir