BREAKING NEWS
Jumat, 19 Desember 2025

Banjir Bisa Surut, Tapi Karbon Tinggal Selamanya

BITV Admin - Senin, 15 Desember 2025 09:28 WIB
Banjir Bisa Surut, Tapi Karbon Tinggal Selamanya
Keadaan Kota Lintang Bawah, Kab. Aceh Tamiang, yang terdampak banjir bandang di Aceh. (foto: agusyudhoyono/ig)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Hilangnya tutupan hutan berarti hilangnya sistem pendingin tersebut.

Dampak pada Iklim, Laut, dan Cuaca
Efek deforestasi tidak berhenti di atmosfer - tetapi meluas ke laut dan sistem cuaca global. Sebuah studi ilmiah menunjukkan bahwa deforestasi di kawasan hutan tropis bisa menyebabkan pemanasan permukaan (land-surface temperature) secara regional, dan efek ini bisa terasa sampai ratusan kilometer dari lokasi pembabatan.

Selain itu, ketika karbon meningkat di atmosfer, efek rumah kaca akan menaikkan suhu global, termasuk suhu air laut. Laut-yang sedari awal adalah penyerap besar karbon dan panas-akan memikul beban tambahan.

Jika tutupan hutan terus berkurang, kemampuan daratan untuk menyerap panas dan karbon ikut melemah, dan laut akan semakin banyak menyerap panas dan CO₂.

Ini berpotensi menaikkan suhu permukaan laut, mengubah sirkulasi laut, meningkatkan frekuensi cuaca ekstrem, serta memperparah polanya.

Penelitian global bahkan menunjukkan bahwa fungsi "carbon sink" hutan - yang dulu mampu menyerap sebagian besar emisi manusia - kini sedang melemah.

Artinya, bukan hanya kita kehilangan hutan, tetapi juga kehilangan kemampuan alam untuk "menyerap balik" emisi yang kita hasilkan.

Kenyataan di Sumatera: Krisis Deforestasi dan Potensi Ikut Krisis Iklim
Melihat data 2023-2024, sekitar 222.000 hektar hilang di Sumatera, maka potensi emisi karbon dan dampak iklim dari kawasan ini saja sudah sangat besar.

Bila kita konservatif asumsikan bahwa setiap hektar yang hilang menyimpan paling tidak 200 ton karbon (atau setara dengan ratusan ton CO₂ ketika dilepaskan), maka kehilangan ratusan ribu hektar berarti pelepasan karbon dalam skala puluhan juta ton CO₂.

Jumlah itu bukan angka kecil - ini setara dengan ratusan ribu hingga jutaan kendaraan bermotor yang terus mengeluarkan emisi selama bertahun-tahun. Dan ini terjadi bersamaan dengan pelemahan penyerap karbon alami - yaitu hutan yang hilang.

Implikasinya tidak hanya lokal (banjir, longsor, kehilangan keanekaragaman hayati), tetapi juga global - pemanasan atmosfer, pemanasan laut, gangguan sirkulasi cuaca, perubahan pola hujan, dan meningkatnya kerawanan bencana alam.* (news.detik.com)

*) Penulis adalah Dosen Fisika, Koordinator Penanganan Perubahan Iklim SDGs (13), dan Kepala Research Center for Climate Change (RCCC) Universitas Negeri Padang.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Desa Tandihat Tidak Aman Lagi, Bupati Tapsel Ajak Warga Siap Relokasi
Uang Rp1 Miliar Raib! Klien Laporkan Pengacara ke Polda Sumut atas Dugaan Penipuan dan Penggelapan
Bupati Deli Serdang Resmikan Vihara Buddha Loka Sibolangit Jadi Daya Tarik Wisata Rohani
Bupati Tapteng Lantik Sekda dan Kadis Definitif: Momentum Untuk Terlahir Kembali, Tinggalkan Tiga Malas!
Wakil Ketua ICMI Aceh Hadiri Multaqa Ulama Internasional di Turki, Serukan Dukungan Global untuk Rehabilitasi Aceh Pasca-Bencana
Muslimat Aswaja Percut Sei Tuan Tegaskan Peran Perempuan dalam Pembentukan Karakter Generasi
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru