BREAKING NEWS
Sabtu, 14 Juni 2025

Dosen UNS: Obat Sirup Dilarang Karena Mengandung 2 Zat Ini

BITVonline.com - Kamis, 20 Oktober 2022 04:00 WIB
58 view
Dosen UNS: Obat Sirup Dilarang Karena Mengandung 2 Zat Ini
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BAYANGKARA.CO-Paracetamol sirup atau obat sirup yang mengandung paracetamol disinyalir menjadi penyebab kematian 70 anak akibat gagal ginjal akut di Gambia, Afrika Barat.

Hal ini disebabkan karena obat dalam sediaan sirup tersebut mengandung Dietilen Glikol maupun Etilen Glikol.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pun mengambil tindakan cepat dengan memberikan imbauan bagi masyarakat untuk berhenti mengonsumsi obat sirup atau paracetamol sirup terlebih dahulu.

Baca Juga:

Hal ini juga turut menjadi perhatian Dosen Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) Fakutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Apt. Yeni Farida, M.Sc.

Menurut Apt. Yeni, sebenarnya kasus semacam itu sebenarnya bukan kali pertama. Kasus gagal ginjal akut pada anak dan menyebabkan pasien meninggal juga pernah terjadi di Massengill Amerika Serikat tahun 1937 dan di Haiti tahun 1998.

Baca Juga:

Kedua kasus itu terjadi akibat penggunaan obat sirup sulfanilamide yang mengandung pelarut Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

“Etilen glikol dan Dietilen glikol (DEG) adalah alkohol, cairan tidak berwarna, sedikit kental dengan bau yang menyenangkan dan rasa manis yang berfungsi sebagai pelarut,” urai Yeni seperti dikutip dari laman UNS, Kamis (20/10/2022)

Setelah dikonsumsi, DEG dengan cepat diserap dan didistribusikan di dalam tubuh. Metabolisme utamanya terjadi di hati kemudian dieliminasi secara cepat melalui ginjal baik zat utama maupun metabolitnya yaitu asam 2-hidroksietoksiasetat (HEAA).

Meskipun saat ini mekanisme toksisitas akibat DEG maupun EG belum diketahui secara jelas, zat ini dicurigai akibat metabolitnya yaitu HEAA,” papar Apt. Yeni.

Menurutnya, keracunan DEG dapat menimbulkan berbagai efek klinis. Efek klinis dari keracunan DEG dapat dibagi menjadi tiga tahap.

Tahap pertama terdiri atas gejala gastrointestinal yaitu mual muntah yang berkembang menjadi sidosis metabolik.

Pasien dapat berkembang ke fase kedua dengan asidosis metabolik yang lebih parah dan bukti gangguan ginjal.

“Jika tidak ada perawatan suportif yang tepat, hal tersebut dapat menyebabkan kematian. Jika pasien stabil, pasien dapat memasuki fase akhir dengan berbagai gejala gangguan neurologis atau syaraf,” imbuh Yeni.

Dosis DEG yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas manusia tidak diketahui jelas. Tetapi sebagian besar didasarkan laporan setelah beberapa epidemi keracunan massal, sekitar 1 mL/kg DEG murni.

Interval dari paparan DEG pertama dan paparan DEG terakhir hingga timbulnya gejala menunjukkan bahwa gejala akan muncul dalam waktu singkat setelah paparan.

Keracunan dengan DEG paling sering diamati terkait dengan kontaminasi produk farmasi yang dapat dicerna.

Meskipun belum bisa disimpulkan bahwa penyebabnya sama dengan di Gambia, masyarakat perlu berhati-hati dalam memberikan obat sediaan sirup khususnya yang mengandung paracetamol kepada anak-anak.

Dia mengungkapkan, paracetamol sebenarnya adalah obat yang aman digunakan pada anak-anak. Akan tetapi, paracetamol susah larut pada air sehingga membutuhkan pelarut lain untuk dibuat dalam sediaan sirup.

Banyak digunakan pelarut Polyethylene glycol (PEG) atau Polyethylene oxide (PEO). Produk sirup yang mengandung pelarut DEG dan EG tidak beredar di Indonesia.

“Kedua pelarut ini telah dilarang oleh BPOM untuk digunakan dalam sediaan sirup anak maupun dewasa. Namun, dimungkinkan PEG masih mengandung cemaran DEG maupun EG,” imbuh dia.

Kementerian Kesehatan memberikan edaran kepada seluruh kepala dinas kesehatan di Indonesia, direktur rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta organisasi profesi kesehatan untuk turut serta mengambil tindakan.

Imbauan sekaligus ini menjadi tantangan tersendiri bagi profesi Apoteker.

Apoteker sebagai profesi kesehatan rujukan masyarakat terkait tentang obat diharapkan dapat memberikan solusi ketika ada pasien anak sakit, sementara itu obat dalam sediaan sirup dihindari.

Dalam kasus ini bukan zat aktif obatnya yang bermasalah melainkan zat pelarutnya. Sehingga modifikasi bentuk sediaan obat dapat menjadi alternatif penanganan kondisi sakit yang membutuhkan obat.

“Untuk itu masyarakat diharapkan agar selalu berkonsultasi dengan dokter dan atau apoteker dalam memberikan obat pada anak-anak,” imbuhnya.

(Red)

beritaTerkait
Kapolri Bentuk Satgassus Penerimaan Negara, Novel Baswedan Ditunjuk Jadi Wakil Kepala
Studio Foto di Padang Ludes Terbakar, Kerugian Capai Rp500 Juta
Presiden Prabowo Ambil Alih Polemik Empat Pulau Aceh-Sumut, Keputusan Dijadwalkan Pekan Depan
Tragis! Balita di Kuansing T3was Dianiaya Pasutri Pengasuh: Tangan dan Mulut Dilakban, Aksi Direkam Sambil Tertawa
AWaSI Jambi Bergerak! Gelar Aksi Empat Hari Tuntut Keterbukaan Informasi Publik di Daerah
Satresnarkoba Polres Tapsel Bekuk Pengedar Sabu di Desa Parsariran, Tapsel
komentar
beritaTerbaru