JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar peringatan yang penuh makna untuk mengenang peristiwa Kerusuhan Dua Tujuh Juli (Kudatuli), sebuah tragedi yang menandai serangan terhadap markas partai pada masa Orde Baru. Acara yang dilaksanakan di kantor DPP PDIP di Menteng, Jakarta Pusat, 27 Juli 2024 ini dihadiri oleh berbagai kader dan pimpinan partai, serta menjadi momen untuk mengingat kembali nilai-nilai perjuangan dan demokrasi.
Dalam sambutannya, Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo mengungkapkan, peristiwa Kudatuli adalah sebuah pelajaran berharga yang harus diingat dan dijadikan refleksi. “PDI Perjuangan mengalami serbuan secara fisik, mengalami tekanan. Kita merespons ke pengadilan dan seterusnya sampai kita menang. Tapi ingat, dalam bentuk lain, Kudatuli bisa terjadi pada parpol apa pun di mana pun,” kata Ganjar. Pernyataan ini menekankan bahwa ancaman terhadap demokrasi tidak hanya dialami oleh PDIP, melainkan dapat menimpa partai politik mana pun yang berani berdiri melawan ketidakadilan.
Ganjar juga mengkritik kondisi demokrasi saat ini, menyatakan bahwa ada kalanya para pihak tidak berani berbicara secara bebas dan hanya mengikuti arus tanpa keberanian untuk menyuarakan pendapat. “Mereka tidak berani bicara, mereka seperti dicucuk hidungnya dan mengekor saja. Maka hancurlah demokrasi,” lanjutnya. Ungkapan ini mencerminkan keprihatinan Ganjar terhadap tantangan yang dihadapi sistem demokrasi di Indonesia dan perlunya menjaga kebebasan berpendapat.
PDIP juga terus berupaya agar peristiwa Kudatuli diakui sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Ganjar menyampaikan harapan agar Komnas HAM bisa mencatat peristiwa tersebut secara resmi sebagai pelanggaran HAM berat. “Kita menyampaikan kepada Komnas HAM agar ini dicatat sebagai pelanggaran HAM berat. Tentu itu butuh perjuangan, butuh dukungan publik agar kemudian tidak terulang,” kata Ganjar. Ia menambahkan bahwa perjuangan untuk pengakuan ini tidak mudah dan membutuhkan dukungan berkelanjutan dari masyarakat luas.
Acara peringatan Kudatuli kali ini dimeriahkan dengan serangkaian kegiatan yang penuh makna. Diantaranya adalah pembacaan puisi oleh sastrawan Amien Kamil yang merupakan karya dari Wiji Thukul, seorang penyair dan aktivis yang terkenal dengan perjuangannya. Selain itu, lantunan lagu dari Fajar Merah, putra Wiji Thukul, turut menyemarakkan suasana. Penaburan bunga di seluruh gedung DPP PDIP juga menjadi simbol penghormatan dan refleksi terhadap peristiwa yang penuh sejarah ini.
Melalui acara ini, PDIP tidak hanya mengenang tragedi Kudatuli tetapi juga mengajak seluruh pihak untuk menjaga semangat demokrasi dan hak asasi manusia. Peringatan ini menjadi pengingat penting tentang komitmen untuk melawan segala bentuk penindasan dan menjaga kebebasan berpendapat di Indonesia.
(K/09)
Ganjar Pranowo Beri Peringatan Partai Lain Bisa Kena Peristiwa Kudatuli