BREAKING NEWS
Jumat, 24 Oktober 2025

Prabowo Usulkan Kembali Pilkada Lewat DPRD, Mengingat Langkah SBY Batalkan Kebijakan Tersebut pada 2014

BITVonline.com - Selasa, 17 Desember 2024 04:22 WIB
Prabowo Usulkan Kembali Pilkada Lewat DPRD, Mengingat Langkah SBY Batalkan Kebijakan Tersebut pada 2014
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Wacana perubahan sistem Pilkada yang mengusulkan pemilihan kepala daerah kembali dilakukan oleh DPRD, bukan langsung oleh rakyat, kini kembali menjadi perbincangan hangat. Presiden Prabowo Subianto, yang belakangan menyuarakan gagasan tersebut, menilai perubahan ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi biaya politik yang besar dalam pelaksanaan Pilkada.

Namun, rencana tersebut menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Wacana tersebut mengingatkan pada langkah SBY pada tahun 2014, ketika pemerintahannya memutuskan untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah menjadi langsung, setelah sebelumnya sempat disahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang mengatur pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

Pada 2014, SBY yang saat itu menjabat sebagai Presiden, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014. Perppu tersebut, yang diikuti dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2014, menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah harus tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, bukan oleh DPRD.

SBY mengungkapkan, “Kedua Perppu tersebut saya tanda tangan sebagai bentuk nyata dari perjuangan saya bersama rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung,” dalam sebuah pernyataan resmi pada 2014. Menurut SBY, meskipun perbaikan terhadap sistem pemilu diperlukan, mengubah sistem yang telah berjalan tidak selalu menjadi solusi terbaik. Pemilu yang berkualitas, katanya, dapat dijalankan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menghadirkan calon-calon kepala daerah yang kompeten dan bisa diuji langsung oleh publik.

Wacana mengenai perubahan sistem Pilkada mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pandangannya terkait pemilihan kepala daerah yang dianggapnya terlalu mahal. Dalam sebuah kesempatan, Prabowo mengatakan bahwa negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan India lebih efisien dalam sistem pemilihan mereka, di mana DPRD bertanggung jawab memilih gubernur atau bupati.

Prabowo menilai bahwa sistem Pilkada langsung saat ini menghabiskan dana yang sangat besar, baik dari negara maupun tokoh politik masing-masing. “Mari kita berpikir, tanya apa sistem ini, berapa puluhan triliun habis dalam satu atau dua hari,” ujar Prabowo.

Namun, wacana ini mendapat penolakan dari berbagai pihak, termasuk aktivis dan pemerhati pemilu. Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII), M Addi Fauzani, menegaskan bahwa alasan biaya mahal bukanlah dasar yang kuat untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD. Menurutnya, baik Pilkada langsung maupun melalui DPRD sama-sama rentan terhadap praktik money politics.

“Alasan efisiensi prosedur atau anggaran sangat lemah. Justru, narasi biaya mahal ini seringkali digunakan oleh politisi untuk mencari cara instan melalui uang demi meraih suara,” ujar Addi.

Wacana ini jelas menunjukkan adanya perbedaan pandangan tentang bagaimana seharusnya Pilkada dilaksanakan di Indonesia. Di satu sisi, ada keinginan untuk mengurangi biaya politik dan memastikan pemilihan yang lebih efisien. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pengembalian sistem ke DPRD justru bisa mengurangi partisipasi rakyat dan membuka peluang bagi praktik politik uang yang lebih besar.

Polemik ini semakin menunjukkan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah, DPR, dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik bagi masa depan sistem pemilu dan Pilkada di Indonesia.

(N/014)

0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru