BREAKING NEWS
Rabu, 05 November 2025

Tangis dan Curhat Siswa Di Media Sosial 'Ketika Kebijakan Sekolah Lima Hari Menjadi Luka yang Nyata'

Raman Krisna - Kamis, 24 Juli 2025 09:39 WIB
Tangis dan Curhat Siswa Di Media Sosial 'Ketika Kebijakan Sekolah Lima Hari Menjadi Luka yang Nyata'
BUKABUKAAN, podcast eksklusif bitvonline.com yang tayang di kanal YouTube @bitvofficial.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

SUMUT - Sebuah video yang diunggah oleh siawa di media sosial sontak menggemparkan jagat maya. Dengan polosnya, ia mengeluhkan lamanya jam sekolah yang harus dijalaninya setiap hari. "Kami sekolah terlalu lama, tapi tidak ada makan siang," katanya lirih, namun cukup mengguncang siapa pun yang menontonnya. Video itu pun viral, menembus batas ruang kelas dan masuk ke ruang-ruang diskusi publik.

Tak berselang lama, dari daerah pegunungan yang sejuk di Humbang Hasundutan, sebuah kisah menyayat hati datang dari seorang guru. Dalam tulisan reflektif menyambut Hari Guru, ia mengaku tak sanggup membendung air matanya. Dengan getir, ia menulis, "Anakku belum genap tiga tahun, tapi sudah jadi korban kebijakan sekolah lima hari." Ia harus dititipkan sejak pagi buta, agar sang ibu bisa mengajar hingga sore.

Dua cerita ini, satu dari suara polos Siswa dan satu lagi dari hati seorang pendidik, adalah potret kecil dari dampak besar kebijakan pendidikan yang terburu-buru: sekolah lima hari. Kebijakan yang katanya demi efektivitas, nyatanya justru menyisakan kelelahan, kehilangan momen tumbuh kembang, dan hilangnya ruang bernapas bagi anak-anak dan guru.

Apakah semua ini sudah dikaji secara mendalam? Ataukah hanya sekadar formalitas atas nama perubahan?

Berangkat dari keresahan inilah, kami hadirkan perbincangan terbuka dalam BUKABUKAAN, podcast eksklusif bitvonline.com yang tayang di kanal YouTube @bitvofficial. Saya akan duduk bersama anggota Komisi E DPRD Sumut, membedah fakta di balik kebijakan, mendengar suara dari lapangan, dan membuka ruang bagi semua yang terdampak.

Karena di balik angka dan regulasi, ada anak-anak yang kehilangan masa kecilnya, ada guru yang kehilangan waktu untuk keluarganya, dan ada masyarakat yang menuntut kebijakan yang adil, manusiawi, dan berpihak pada masa depan bangsa.

Bukan hanya soal pendidikan. Ini tentang keberpihakan. Tentang mendengar sebelum memutuskan. Tentang berempati sebelum menetapkan.

Tonton dan dengarkan suara yang tak terdengar. Karena kali ini, BUKABUKAAN bukan sekadar bincang-bincang—tapi seruan agar kebijakan tidak lagi lahir dari ruang sunyi, tanpa suara mereka yang paling terdampak.*

Editor
:
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru