JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan ketimpangan mencolok antara keuntungan para tengkulak beras dan petani yang mengelola lahan sawah.
Dalam keterangannya, Amran menyebut tengkulak atau middleman berhasil meraup keuntungan hingga Rp42 triliun, sementara petani hanya memperoleh Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan.
"Jangan mempermainkan. Kita setengah mati bantu petani, tahu nggak uangnya petani? Mereka hanya dapat satu juta, satu setengah juta per bulan setelah bekerja keras 3-4 bulan," ujar Amran dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Pertanian, Senin (2/6/2025).
Dana jumbo tersebut, kata Amran, diperoleh tengkulak dari selisih harga rata-rata di tingkat penggilingan hingga eceran.
Ia mengilustrasikan perhitungan tersebut dengan asumsi selisih harga Rp2.000 per kilogram dikalikan 21 juta ton beras, sehingga menghasilkan angka fantastis Rp42 triliun.
"Itu yang didapat middleman. Mereka beli murah dari petani dan jual mahal ke konsumen," katanya.
Kondisi ini mendorong Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri memulai penyelidikan terhadap dugaan mafia beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta.
Investigasi resmi dimulai pada Selasa (3/6/2025) menyusul kejanggalan volume distribusi beras yang tiba-tiba melonjak.
Mentan menyoroti data dari PT Food Station Tjipinang Jaya yang menunjukkan distribusi beras keluar mencapai 11.410 ton per 28 Mei 2025, jauh di atas angka normal harian yang berkisar antara 2.000 hingga 3.000 ton.
"Satgas sudah turun. Alasannya katanya salah hitung, koreksi. Kejar juga yang statement di sana," tegas Amran.
Ia menduga sebagian beras tersebut diblending dan dijual dengan harga lebih tinggi dari harga pasar.
Namun, karena masih dalam tahap penyelidikan, ia belum memberikan rincian lebih lanjut.