Aturan tersebut secara tegas melarang ASN terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam aktivitas partai politik.
"Masalahnya bukan hanya administratif. Ia adalah pejabat pengawas. Jika pengawas justru tampil di panggung politik, bagaimana menjamin objektivitas pengawasan?" demikian salah satu poin dalam laporan LIBAS 88 yang dilengkapi dokumentasi foto dan video.
Ketua DPC LIBAS 88 Nias Selatan, Tomaziduhu Baene, menyebut dugaan pelanggaran ini bersifat berlapis.
"Yang bersangkutan bukan sekadar ASN biasa, tetapi pejabat Inspektorat. Fungsi pengawasan internal melekat pada dirinya," kata Tomaziduhu. Menurut dia, Yulianus berperan aktif, bukan hanya hadir sebagai undangan.
Pemerintah Kabupaten Nias Selatan memiliki pandangan berbeda. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Nias Selatan, Waozaro Hulu, menyatakan keterlibatan Yulianus tidak melanggar ketentuan netralitasASN.
Alasannya, kegiatan tersebut berlangsung setelah masa kampanye dan pelantikan kepala daerah terpilih.
"Yang bersangkutan menjadi MC setelah pelantikan. Dia dipilih karena memiliki kemampuan membawakan acara dan bernyanyi," ujar Waozaro kepada wartawan, Selasa, 16 Desember 2025.
Ia menegaskan tidak ada larangan bagi ASN tampil dalam kegiatan partai politik sepanjang dilakukan di luar masa kampanye.
Pernyataan itu justru memunculkan pertanyaan lanjutan: apakah netralitasASN hanya dibatasi oleh kalender pemilu, ataukah harus dijaga dalam seluruh bentuk aktivitas politik praktis?
Bagi LIBAS 88, persoalan ini tidak semata soal waktu. Netralitas ASN, menurut mereka, menyangkut jarak kekuasaan antara aparatur negara dan kekuatan politik.
Ketika seorang ASN—terlebih pejabat pengawas—tampil sebagai juru acara dalam perayaan politik, garis pembeda antara abdi negara dan kepentingan partai menjadi kian kabur di mata publik.*