NIAS SELATAN — Sebuah video yang beredar luas di media sosial memantik perdebatan tentang batas netralitasaparatur sipil negara.
Rekaman itu memperlihatkan suasana doa syukuran kemenangan pasangan bupati–wakil bupati terpilih di sebuah aula di Telukdalam, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, Kamis sore, 6 Maret 2025.
Spanduk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terpasang mencolok. Warna merah mendominasi ruangan. Sorak dan tepuk tangan mengiringi jalannya acara.
Ia memandu kegiatan dengan penuh percaya diri, layaknya seorang pemandu acara profesional.
Belakangan diketahui, pembawa acara tersebut adalah Yulianus Tohu Ndruru, aparatur sipil negara yang menjabat Inspektur Pembantu I (Irban I) di Inspektorat Kabupaten Nias Selatan—lembaga yang bertugas melakukan pengawasan internal pemerintah daerah.
Keterlibatan Yulianus dalam kegiatan partai politik itu kemudian dipersoalkan oleh Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Independen Bersih Anti Suap (LIBAS 88) Kabupaten Nias Selatan.
Lembaga swadaya masyarakat tersebut melayangkan laporan resmi ke Ombudsman Republik Indonesia dan Badan Kepegawaian Negara Regional VI Sumatera Utara.
Dalam laporannya, LIBAS 88 menilai peran Yulianus tidak dapat dipandang sebagai kehadiran biasa.
Ia dinilai berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik praktis dengan menjadi pembawa acara pada perayaan kemenangan partai.
Pemilihan lokasi kegiatan di Aula BKPN Telukdalam, yang merupakan fasilitas pemerintah, turut memperkuat dugaan kaburnya batas antara ruang negara dan kepentingan politik.
LIBAS 88 merujuk sejumlah regulasi sebagai dasar aduan, antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Kode Etik PNS, serta Surat Keputusan Bersama lima lembaga negara mengenai netralitasASN dalam pemilu dan pilkada.
Aturan tersebut secara tegas melarang ASN terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam aktivitas partai politik.
"Masalahnya bukan hanya administratif. Ia adalah pejabat pengawas. Jika pengawas justru tampil di panggung politik, bagaimana menjamin objektivitas pengawasan?" demikian salah satu poin dalam laporan LIBAS 88 yang dilengkapi dokumentasi foto dan video.
Ketua DPC LIBAS 88 Nias Selatan, Tomaziduhu Baene, menyebut dugaan pelanggaran ini bersifat berlapis.
"Yang bersangkutan bukan sekadar ASN biasa, tetapi pejabat Inspektorat. Fungsi pengawasan internal melekat pada dirinya," kata Tomaziduhu. Menurut dia, Yulianus berperan aktif, bukan hanya hadir sebagai undangan.
Pemerintah Kabupaten Nias Selatan memiliki pandangan berbeda. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Nias Selatan, Waozaro Hulu, menyatakan keterlibatan Yulianus tidak melanggar ketentuan netralitasASN.
Alasannya, kegiatan tersebut berlangsung setelah masa kampanye dan pelantikan kepala daerah terpilih.
"Yang bersangkutan menjadi MC setelah pelantikan. Dia dipilih karena memiliki kemampuan membawakan acara dan bernyanyi," ujar Waozaro kepada wartawan, Selasa, 16 Desember 2025.
Ia menegaskan tidak ada larangan bagi ASN tampil dalam kegiatan partai politik sepanjang dilakukan di luar masa kampanye.
Pernyataan itu justru memunculkan pertanyaan lanjutan: apakah netralitasASN hanya dibatasi oleh kalender pemilu, ataukah harus dijaga dalam seluruh bentuk aktivitas politik praktis?
Bagi LIBAS 88, persoalan ini tidak semata soal waktu. Netralitas ASN, menurut mereka, menyangkut jarak kekuasaan antara aparatur negara dan kekuatan politik.
Ketika seorang ASN—terlebih pejabat pengawas—tampil sebagai juru acara dalam perayaan politik, garis pembeda antara abdi negara dan kepentingan partai menjadi kian kabur di mata publik.*