BREAKING NEWS
Minggu, 15 Juni 2025

Pengamat Unsoed: Regulasi Penggunaan AI Mendesak Dipercepat, Hoaks Kian Sulit Diidentifikasi

Adelia Syafitri - Jumat, 13 Juni 2025 15:54 WIB
88 view
Pengamat Unsoed: Regulasi Penggunaan AI Mendesak Dipercepat, Hoaks Kian Sulit Diidentifikasi
Beberapa video AI yang viral di jagat maya. (foto: istimewa)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

PURWOKERTO – Pengamat komunikasi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Edi Santoso, menilai perlunya percepatan regulasi yang mengatur penggunaan teknologi akal imitasi atau artificial intelligence (AI) dalam kehidupan sehari-hari.

Ia menegaskan, pesatnya pertumbuhan AI tanpa diimbangi regulasi berisiko menimbulkan dampak serius, termasuk dalam penyebaran hoaks.

"Sangat perlu adanya regulasi terkait dengan penggunaan akal imitasi karena AI ini pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat," ujar Dr. Edi Santoso di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (13/6/2025).

Baca Juga:

Menurutnya, jika hoaks konvensional dulu terbatas pada manipulasi teks atau tangkapan layar, kini kebohongan lebih canggih dan sulit dikenali karena menggunakan AI dalam bentuk audio dan video yang direkayasa secara digital.

"Itu makin sulit untuk diidentifikasi asli atau tidaknya, terutama bagi orang-orang dengan tingkat literasi media yang rendah," ujarnya.

Baca Juga:

Dr. Edi juga menyinggung soal kerentanan hak cipta akibat kemudahan mereplikasi karya seni dan konten digital menggunakan AI.

Ia menilai pertumbuhan teknologi jauh lebih cepat dibanding laju penyusunan kebijakan.

"Pertumbuhan di sisi AI begitu cepat, tetapi regulasi yang mengaturnya tertatih-tatih. Jadi, saya kira regulasi ini sangat mendesak," tegas Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Unsoed tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Edi mengamati media sosial kini bukan lagi sekadar media alternatif, melainkan telah menjadi media utama dengan penetrasi tinggi.

"Sekitar 70 persen pengguna internet adalah pengguna media sosial. Artinya, ia bukan lagi media alternatif," ujarnya.

Namun, ia memperingatkan bahaya algoritma media sosial yang menciptakan gelembung informasi (filter bubble) dan ruang gema (echo chamber), fenomena di mana pengguna hanya terpapar informasi yang sesuai dengan preferensinya sendiri, bukan realitas utuh.

"Akhirnya banyak orang merasa pendapatnya mewakili mayoritas, padahal hanya hasil kurasi algoritma," ucapnya.

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Kapolda Riau Minta Respons Aduan Publik Dipercepat: Jangan Tunggu Viral Baru Bertindak
Staf Media Pribadi Presiden Prabowo Jadi Korban Love Scamming, Lapor ke Polda Banten
Gubsu Bobby Nasution Tanggapi Hebohnya Grup Facebook 'G4y Medan': Janganlah Begitu
Wamendiktisaintek , Stella Christie: AI Bisa Berbohong, AI Gagal Hitung 729 Skenario Lolosnya Indonesia ke Piala Dunia 2026?
Isu Kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana di Raja Ampat Hoaks, Perusahaan Pemilik Beri Klarifikasi Tegas
Pemerintah Siapkan Regulasi Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) untuk Tangkal Deepfake dan Disinformasi
komentar
beritaTerbaru