JAKARTA -Berbicara pada diri sendiri adalah hal yang normal dalam proses berpikir manusia.
Namun, jika isi pembicaraan itu bersifat negatif dan terlalu keras pada diri sendiri, maka bisa berdampak serius pada kesehatan mental. Fenomena ini dikenal sebagai negative self-talk.
Psikolog klinis Kezia Toto menjelaskan bahwa negative self-talk tidak selalu berbahaya, tetapi bisa menjadi masalah ketika terjadi terus-menerus, keras, dan merendahkan diri.
"Ketika seseorang terus mengatakan bahwa dirinya tidak cukup baik, tidak layak, atau tidak mampu, maka itu bisa berdampak besar pada kepercayaan diri dan kesehatan mental," ujar Kezia dalam sesi reflektif tentang negative self-talk yang digelar di Manzo, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Menurut Kezia, perempuan lebih sering mengalami negative self-talk dibanding laki-laki. Secara psikososial, hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, sifat pribadi, dan tekanan dari lingkungan sekitar.
"Sejak kecil, perempuan diajarkan untuk menginternalisasi omongan orang lain. Sebaliknya, laki-laki cenderung mengeksternalisasi melalui tindakan atau perilaku agresif," jelasnya.
Dampaknya terlihat jelas dalam statistik gangguan kesehatan mental, di mana perempuan lebih banyak mengalami gangguan internalisasi seperti stres, kecemasan, dan depresi. Sedangkan laki-laki lebih banyak menunjukkan gangguan yang berkaitan dengan perilaku.
Tekanan Sempurna Menjadi Beban
Felicia Kawilarang, pendiri komunitas Ryse and Shyne, turut berbagi pengalaman pribadinya dalam sesi yang sama. Ia mengakui pernah mengalami negative self-talk yang muncul dari tekanan menjadi perempuan yang harus "sempurna".
"Suara di kepala saya mengatakan bahwa saya tidak cukup," ucap Felicia.
Tekanan untuk tampil sempurna, memiliki pencapaian tertentu, hingga menjaga citra di depan publik seringkali menjadi sumber dari dialog negatif dalam pikiran perempuan.