DENPASAR — Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Sunarto, menegaskan bahwa profesi hakim tidak bisa digantikan oleh artificial intelligence (AI), meskipun teknologi saat ini semakin berkembang pesat.
Menurutnya, AI tidak memiliki elemen krusial dalam penegakan hukum, yaitu nalar dan hati nurani.
Pernyataan itu disampaikan Sunarto saat memberikan kuliah umum di Universitas Udayana, Bali, pada Senin (30/6), dalam acara bertajuk "Membangun Integritas dan Tantangan Etika Profesi Hukum di Era Society 5.0."
"Hakim tidak bisa digantikan oleh AI. Meskipun AI memiliki kemampuan berpikir, ia tidak memiliki nalar dan hati nurani," ujar Sunarto.
Sunarto menekankan bahwa setiap putusan pengadilan bukan hanya hasil dari proses logika dan rasionalitas, melainkan juga merupakan refleksi dari nurani hakim dalam upaya menciptakan rasa keadilan di masyarakat.
"Pemahaman nilai keadilan tidak cukup hanya dari buku, tetapi juga harus bersumber dari hati nurani," katanya.
Meski demikian, Sunarto mengakui bahwa Mahkamah Agung terus mengadopsi teknologi demi meningkatkan efisiensi pelayanan peradilan.
Salah satunya melalui penerapan sistem digital seperti aplikasi Smart Majelis yang digunakan untuk menyusun majelis hakim secara otomatis, berdasarkan beban kerja, pengalaman, dan keahlian masing-masing hakim.
Dalam kesempatan tersebut, Sunarto juga memberikan peringatan tegas mengenai potensi penyalahgunaan teknologi.
Menurutnya, kemajuan digital semestinya dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan dan menjunjung keadilan, bukan untuk kepentingan manipulatif.
"Teknologi harus digunakan sebagai alat untuk mencapai keadilan, bukan sebagai sarana manipulasi," tegasnya.
Sebagai bagian dari reformasi birokrasi, MA saat ini telah mengembangkan dan menerapkan sistem peradilan elektronik seperti e-Court dan e-Berpadu.
Sepanjang tahun 2024, tercatat 13.482 perkara kasasi dan peninjauan kembali diajukan secara elektronik.
Sementara itu, jumlah perkara perdata yang masuk melalui e-Court meningkat hampir 31%, dan perkara banding elektronik naik lebih dari 62% dibandingkan tahun sebelumnya.
Di sisi pidana, lebih dari 778 ribu administrasi perkara telah diproses melalui platform e-Berpadu.
Sunarto mengingatkan mahasiswa dan para profesional hukum bahwa menjadi aparat penegak hukum adalah pilihan jalan sunyi yang menuntut tanggung jawab besar serta integritas tinggi.
"Memilih menjadi profesional hukum adalah memilih jalan yang sunyi, namun penuh makna. Mari kita jaga profesi ini agar tetap kompeten, berintegritas, dan menjadi solusi bagi masyarakat," pungkas Sunarto.
Pernyataan Ketua MA ini menjadi pengingat bahwa di tengah derasnya arus digitalisasi, sentuhan kemanusiaan dalam hukum tetap tak tergantikan.*