KALSEL -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengungkap sejumlah kode rahasia yang digunakan dalam transaksi dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor. Dalam kasus ini, Sahbirin Noor bersama enam orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka terkait pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Sahbirin Noor hingga saat ini belum ditahan oleh KPK, sementara keenam tersangka lainnya sudah ditahan. Mereka terdiri dari Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Yulianti Erlynah, pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel berinisial Agustya Febry Andrean. Dua tersangka swasta lainnya adalah Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Minggu, 6 Oktober 2024. Dalam konferensi pers di Kantor KPK, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa ada dua kode rahasia yang teridentifikasi dalam transaksi tersebut, yaitu “paman” dan “atlas.”
“Kami masih mendalami makna dari kode tersebut. Kami akan mencari tahu apakah ‘paman’ merujuk kepada Pak Gubernur atau pihak lain,” jelas Asep.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, juga menambahkan adanya kode “logistik paman” yang ditemukan dalam barang bukti dari tersangka Yulianti Erlynah. Kode ini mencatat rincian sejumlah uang tunai yang diamankan, termasuk koper berisi uang tunai senilai total Rp 3,65 miliar.
Pengaturan Proyek dan Rekayasa Pengadaan
Nurul menjelaskan bahwa OTT ini dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi mengenai adanya proses pengadaan barang/jasa yang mencurigakan di Dinas PUPR untuk tahun anggaran 2024. Dalam kasus ini, beberapa paket pekerjaan telah dirancang agar Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto terpilih sebagai penyedia.
Keempat rekayasa yang dilakukan meliputi pembocoran Harga Perkiraan Sendiri (HPS), rekayasa pemilihan e-katalog, keterlibatan konsultan perencana yang afiliasi dengan penyedia, dan pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan sebelum kontrak resmi.
Setelah Sugeng dan Andi terpilih, ditetapkan fee sebesar 2,5 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan 5 persen untuk Sahbirin Noor. Uang senilai Rp 1 miliar diduga diserahkan oleh Sugeng kepada Yulianti Erlynah atas perintah Ahmad Solhan, untuk kemudian disalurkan ke Sahbirin Noor.
Penyelidikan dan Penahanan Tersangka
KPK melakukan pengamanan terhadap 17 pihak yang terlibat dalam kasus ini, namun hanya tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara. Tersangka termasuk Sahbirin Noor, Ahmad Solhan, Yulianti Erlynah, Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz), Agustya Febry Andrean, Sugeng Wahyudi, dan Andi Susanto. Dari total uang yang terkait dengan kasus ini, KPK berhasil mengamankan barang bukti senilai Rp 12 miliar.
Saat ini, KPK tengah berupaya menangkap Sahbirin Noor, yang masih dalam pencarian. Jika ia mangkir dari panggilan KPK, ada kemungkinan akan ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang).
Dengan pengungkapan kasus ini, KPK berharap bisa memberikan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran daerah serta mencegah praktik korupsi yang merugikan masyarakat. KPK akan terus melakukan penyelidikan lebih lanjut dan mengejar semua pihak yang terlibat dalam skandal ini.
KPK menekankan komitmennya untuk memberantas korupsi dan memastikan bahwa setiap penyelenggara negara bertanggung jawab atas tindakan mereka. KPK juga mengingatkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi penggunaan anggaran publik untuk mencegah terjadinya korupsi.
(N/014)
KPK Ungkap Kode Rahasia dalam Dugaan Korupsi Gubernur Kalimantan Selatan