JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa Kabupaten Mimika, Papua Tengah, mendapatkan skor rendah atau merah pada 8 indikator Monitoring Corruption for Prevention (MCP).
Hal ini mencerminkan buruknya tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di daerah tersebut.
Direktur Pelatihan Anti Korupsi KPK RI, Yonathan Demme Tangdilintin, yang juga ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Bupati Mimika, mengungkapkan bahwa skor merah tersebut meliputi 8 area intervensi, yakni perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan APIP, manajemen ASN, pengelolaan BMD, serta optimalisasi pajak.
"Bisa dibayangkan kalau merah itu tata kelola kurang baik, pelayanan publik tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Pelayanan publik itu diatur dengan Undang-Undang 25 tahun 2009 dan ada peraturan pelaksanannya, PP 96 tahun 2012," kata Yonathan dalam wawancara dengan wartawan pada Sabtu (1/3/2025).
Sebagai respons atas kondisi ini, Yonathan segera menerbitkan Surat Edaran Bupati Mimika Nomor 03 Tahun 2025 mengenai pelaksanaan e-learning Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas (PADI) yang wajib diikuti oleh seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di wilayah tersebut.
Kebijakan ini diharapkan dapat menanamkan semangat antikorupsi serta meningkatkan integritas setiap ASN.
Selain itu, Yonathan juga mengajak tokoh-tokoh religi dan spiritual untuk berperan serta dalam memperkuat semangat antikorupsi serta akhlak ASN di lingkungan Pemkab Mimika.
Ia juga menekankan pentingnya budaya bekerja yang benar, bukan membenarkan kebiasaan yang sudah mengakar, seperti praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
"Saya berharap, setiap penyelenggara negara termasuk para ASN di sini membiasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan dalam menjalankan tugas serta kewajiban, guna mewujudkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan masyarakat Mimika," ujar Yonathan.
Dalam pelaksanaan undang-undang pelayanan publik, Yonathan menyoroti pentingnya standar minimal yang harus diberikan oleh aparatur pemerintahan.
Namun, ia mengakui ada perbedaan antara formalitas yang tertera dalam maklumat layanan dan praktik di lapangan.