JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru saja disahkan oleh DPR bersama pemerintah memberikan peluang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mengelola lahan mineral.
Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional dan memberdayakan masyarakat, tetapi keberhasilannya sangat bergantung pada pengelolaan yang profesional serta peraturan yang jelas dan mendetail.
Ekonom senior dan Ketua Asosiasi Pertambangan Warga Nusantara, Imam Subali, menekankan pentingnya manajemen yang profesional dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Imam percaya bahwa dengan pendekatan yang tepat, ormas bisa berkontribusi besar dalam sektor pertambangan dan membantu menekan praktik pertambangan ilegal yang merusak lingkungan serta mengurangi pemasukan negara.
"Kami melihat pengalaman Nahdlatul Ulama (NU) dalam mengelola usaha yang awalnya diragukan, tetapi akhirnya bisa sukses.
Ini menunjukkan bahwa ketika ormas dikelola secara profesional, mereka bisa memberikan kontribusi besar," kata Imam Subali dalam Podcast JCC Network bertajuk 'Kebijakan Revisi Undang Undang Minerba Oleh Pemerintah: Siapa Pihak Yang Diuntungkan?', Jumat (28/2/2024).
Tantangan terbesar yang dihadapi, menurut Imam, adalah perlunya regulasi yang mendukung agar UMKM dan ormas keagamaan dapat beroperasi dengan efektif.
Ia menyebutkan bahwa penerapan peraturan yang jelas dan tegas sangat penting untuk memastikan agar kebijakan ini memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh pihak.
"Penting untuk memastikan praktik pertambangan berjalan sesuai dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian, manfaatnya bisa lebih terasa bagi semua pihak, bukan hanya segelintir orang," ujarnya.
Di sisi lain, Direktur PT Geo Mining Berkah, Wisnu Salman, juga menyoroti pentingnya peraturan turunan dari UU Minerba.
Ia menjelaskan bahwa peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang mengatur dengan detail bagaimana UMKM dapat beroperasi akan sangat menentukan.
Wisnu juga mempertanyakan apakah UMKM diperbolehkan menggunakan alat berat atau blasting, serta bagaimana perizinannya—apakah cukup dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atau harus menggunakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).