BREAKING NEWS
Rabu, 08 Oktober 2025

Revisi UU Pilkada dan Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi: Apa yang Perlu Dipahami?

BITVonline.com - Rabu, 21 Agustus 2024 03:16 WIB
Revisi UU Pilkada dan Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi: Apa yang Perlu Dipahami?
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Kabar bahwa Badan Legislatif (Baleg) DPR RI berencana melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Pilkada hari ini, Rabu (21/8). Kabar ini memicu pertanyaan di kalangan publik: mengapa revisi ini diperlukan? Apakah revisi ini bisa mempengaruhi atau bahkan mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru-baru ini diterbitkan?

Untuk memahami konteks dari rencana revisi ini, penting untuk merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam undang-undang ini diatur materi muatan yang harus diatur oleh undang-undang, termasuk tindak lanjut atas putusan MK.

Pasal 10 Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang meliputi beberapa hal, salah satunya adalah tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 10 (1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi: a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang; c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu; d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.

Penjelasan pasal ini menggarisbawahi bahwa tindak lanjut atas putusan MK bukanlah untuk mengubah putusan tersebut, melainkan untuk mematuhi dan menerapkan putusan MK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penjelasan lebih lanjut dalam undang-undang menyebutkan bahwa tindak lanjut ini bertujuan untuk mencegah kekosongan hukum dan memastikan kesesuaian dengan konstitusi.

Feri Amsari: Patuh pada Putusan MK, Bukan Mengubahnya

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, tindak lanjut yang dimaksud dalam Pasal 10 bukanlah untuk mengubah putusan MK, tetapi untuk mematuhi putusan tersebut. Feri menjelaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga setiap lembaga negara dan individu wajib mematuhi putusan tersebut tanpa melakukan perubahan.

“Yang dimaksud tindak lanjut atas putusan MK itu bukan mengubah putusan MK, melainkan mematuhi putusan MK. Putusan MK itu sudah jelas bacaannya, sehingga tidak perlu terburu-buru,” ujar Feri saat dihubungi. Ia menambahkan, “Putusan MK itu kekuatan hukumnya final and binding, mengikat, dan sudah menjadi hukum. Tindak lanjut itu bukan dalam rangka ada kekosongan hukum, tetapi untuk membangun kebersesuaian antara putusan MK dan ketentuan undang-undang.”

Potensi Dampak dari Rencana Revisi

Sebagai informasi tambahan, MK mengeluarkan dua putusan terkait UU Pilkada pada Selasa (20/8) yang mungkin berpengaruh pada rencana revisi ini. Putusan pertama, Putusan 60, mengubah ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah yang sebelumnya didasarkan pada perolehan kursi di DPRD menjadi berdasarkan daftar pemilih tetap di wilayah tersebut. Putusan kedua, Putusan 70, menetapkan batas minimal usia calon kepala daerah, yaitu minimal 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon.

Putusan-putusan ini dapat mempengaruhi berbagai aspek pencalonan, termasuk calon dari kalangan keluarga pejabat, seperti Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi. Jika Baleg berupaya merevisi UU Pilkada untuk mengakomodasi atau mengubah implikasi dari putusan MK, maka hal ini bisa dianggap sebagai upaya untuk mengubah ketentuan yang telah diputuskan oleh MK.

Feri Amsari menilai bahwa jika Baleg terus melanjutkan upaya revisi untuk menanggapi putusan MK, hal tersebut bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap tatanan konstitusi. “Jika Baleg berupaya mengutak-atik putusan MK, maka itu sama saja merusak tatanan konstitusi kita. Baleg harus dianggap sebagai lembaga yang telah melanggar konstitusi,” tegasnya.

Rencana revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR RI harus dipahami dalam konteks tindak lanjut atas putusan MK. Revisi undang-undang dalam hal ini tidak dimaksudkan untuk mengubah putusan MK, tetapi untuk memastikan bahwa ketentuan undang-undang selaras dengan putusan yang telah ditetapkan. Kepatuhan terhadap putusan MK adalah bagian dari tanggung jawab setiap lembaga negara, dan setiap upaya untuk mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh MK harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

(N/014)

0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru