MEDAN — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (12/9/2025) pagi ini dibuka menguat tipis sebesar 0,19% ke level Rp16.430,50 per dolarAS.
Penguatan ini terjadi di tengah pergerakan beragam sejumlah mata uang regional lainnya terhadap dolarAS.
Melansir data Bloomberg pukul 09.00 WIB, indeks nilai tukar rupiah berhasil menguat meskipun dolarAS pada waktu yang sama juga menguat tipis 0,10% ke level 97,63.
Mata uang Asia lainnya yang turut menguat terhadap dolarAS antara lain dolar Hong Kong (+0,04%), dolar Taiwan (+0,31%), peso Filipina (+0,10%), ringgit Malaysia (+0,27%), dan baht Thailand (+0,07%).
Sementara itu, yen Jepang melemah 0,13%, dolar Singapura turun 0,06%, won Korea Selatan turun 0,03%, rupee India terkoreksi 0,39%, dan yuan China melemah 0,02% terhadap dolarAS.
Penguatan rupiah dan mata uang regional ini sejalan dengan pelemahan dolarAS terhadap sejumlah mata uang utama dunia seperti euro dan yen pada perdagangan Kamis (11/9/2025).
Menurut Reuters, pelemahan dolar terjadi seiring rilis data inflasiAS bulan Agustus yang sedikit lebih tinggi dari perkiraan dan klaim awal tunjangan pengangguran yang melemah, sehingga memperkuat prediksi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan kembali memangkas suku bunga acuan pada pertemuan mendatang.
Data resmi dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 0,4% pada Agustus, lebih tinggi dari kenaikan 0,2% pada Juli.
Dalam setahun terakhir hingga Agustus, inflasi konsumen meningkat 2,9%, kenaikan terbesar sejak Januari 2025.
"CPI tidak setinggi yang diperkirakan pasar, namun kekhawatiran terbesar adalah sikap dovish The Fed bisa berubah jika inflasi naik lebih cepat dari antisipasi," ujar Eugene Epstein, Head of Trading and Structured Products North America di Moneycorp, New Jersey, seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, klaim awal tunjangan pengangguran melonjak 27.000 menjadi 263.000 untuk pekan yang berakhir 6 September, jauh di atas perkiraan ekonom sebesar 235.000.
Lonjakan klaim ini mendorong yield obligasi Treasury 10 tahun turun di bawah 4%, meski inflasi lebih tinggi dari ekspektasi.