JAKARTA -Ujang Iskandar, Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem, kini menghadapi tuduhan korupsi yang serius setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana negara sebesar Rp 754 juta. Kasus ini berhubungan dengan dana penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat yang disalurkan kepada Perusda Agrotama Mandiri untuk kerja sama dengan PT Aleta Danamas pada tahun 2009.
Ujang, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kotawaringin Barat, telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak 26 Juli 2024. Penahanan ini dilakukan setelah Tim Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan Agung menangkapnya di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta setelah kembali dari perjalanan ke Kota Ho Chi Minh, Vietnam.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa penanganan kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng). Dalam keterangannya, Harli menjelaskan, “(Perkara ditangani) Kejati Kalteng.” Di sisi lain, Ujang Iskandar, yang hadir mengenakan rompi merah muda khas tahanan Kejagung, tampak enggan berkomentar mengenai kasus yang membelitnya.
Kasus ini berawal dari perjanjian kerja sama antara PD Agrotama Mandiri dan PT Aleta Danamas yang ditandatangani pada 3 Juni 2009. Perjanjian tersebut melibatkan penjualan tiket pesawat Riau Airlines, di mana PD Agrotama Mandiri setuju untuk menyetorkan dana modal sebesar Rp 500 juta dan Security Deposit sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk Bank Garansi. Namun, PT Aleta Danamas tidak menyetorkan modal yang sesuai, meskipun seharusnya memberikan kontribusi dalam kerja sama tersebut.
Pada 13 Agustus 2009, tanpa adanya wanprestasi dari PD Agrotama Mandiri, Daniel Alexander Tamebaha—Direktur PT Aleta Danamas—mengajukan pencairan dana Bank Garansi sebesar Rp 500 juta. Permohonan ini disetujui oleh Ujang Iskandar, yang saat itu juga menjabat sebagai ex officio Komisaris PD Agrotama Mandiri.
Masalah muncul ketika Riau Airlines mengalami kebangkrutan, dan dana Bank Garansi digunakan untuk kerja sama dengan Express Air tanpa adanya kajian kelayakan usaha yang memadai. Penggunaan dana tersebut melanggar prinsip kehati-hatian dalam investasi pemerintah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.
Harli Siregar menjelaskan, “Investasi berupa kerja sama penjualan tiket pesawat Riau Airlines (General Sales Agent) yang dilanjutkan dengan Express Air ternyata tanpa terlebih dahulu dilakukan kajian kelayakan usaha ataupun pertimbangan analisa bisnis. Hal ini melanggar prinsip kehati-hatian dan menyebabkan kerugian keuangan negara/daerah Kabupaten Kotawaringin Barat.”
Proses Hukum dan Implikasi
Ujang Iskandar dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sebelumnya, Reza Andriadi dan Daniel Alexander Tamebaha, yang terlibat dalam kasus ini, telah dijatuhi hukuman penjara—Reza dengan hukuman 6 tahun dan Daniel dengan hukuman 5 tahun.
Sementara itu, Ujang Iskandar kini menghadapi proses hukum yang lebih lanjut. Penahanannya di Rutan Kejagung akan berlangsung selama 20 hari ke depan, dari 26 Juli 2024 hingga 14 Agustus 2024. Kasus ini semakin memperpanjang daftar masalah korupsi yang melibatkan pejabat publik di Indonesia, menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana publik dan kebijakan investasi pemerintah.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan bagi pejabat publik dan lembaga-lembaga pemerintahan untuk lebih berhati-hati dalam mengelola dana dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi investasi pemerintah.
(N/014)
Kasus Korupsi Rp 754 Juta: Ujang Iskandar Ditahan, Penanganan Beralih ke Kejati Kalteng