bitvonline.com-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina pada periode 2019-2024, mengungkapkan dugaan adanya mafia migas yang terlibat dalam skema pengadaan aditif pada produk Pertamax dan Pertalite.
Hal ini disampaikan Ahok dalam sebuah wawancara yang tayang di kanal YouTube Narasi pada Sabtu (1/3/2025).
Menurut Ahok, salah satu masalah besar yang terjadi adalah pengadaan aditif yang melibatkan oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diduga menjadi backing untuk memastikan Pertamina membeli aditif tersebut melalui tender yang tidak sah.
Ahok menambahkan bahwa meskipun sudah memberikan arahan agar pengadaan aditif dilakukan secara transparan dan terintegrasi, praktik mafia ini tetap berlangsung.
Ahok juga menyoroti kembalinya orang-orang yang sebelumnya terkait dengan PT Petral, yang telah dibubarkan karena dianggap sarang mafia.
Ia mempertanyakan mengapa orang-orang tersebut malah diangkat menjadi Direksi di Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan PT Pertamina.
Menurut Ahok, ketidaktransparanan ini adalah bagian dari permainan yang sudah berlangsung lama.
Ia menyebut bahwa masalah ini melibatkan banyak pihak dan dapat mengarah pada korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Dalam kesempatan itu, Ahok juga memberikan solusi kepada pemerintah untuk memerangi mafia migas dengan menggunakan sistem e-katalog yang diawasi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Dengan sistem ini, Ahok yakin mafia migas bisa diberantas dan menciptakan efisiensi dalam pengadaan bahan bakar dan produk lainnya.
Terkait dengan pergantian jabatan di Pertamina, Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan bahwa rapat umum pemegang saham (RUPS) yang akan digelar pada Maret 2025 akan membahas penggantian Komisaris dan Direksi di berbagai BUMN, termasuk Pertamina Patra Niaga.
Erick menegaskan bahwa semua pergantian akan dilakukan dengan pertimbangan matang untuk menjaga keberlanjutan dan performa perusahaan.
Kasus mafia migas ini semakin menjadi perhatian setelah Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka, termasuk mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, yang diduga terlibat dalam pengoplosan Pertamax dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih rendah. Kejagung juga menangani kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun per tahun akibat praktik mafia ini.