BINAJAI -Tiopan Tarigan, anak dari almarhumah R. Br. Ketaren, yang meninggal dunia pada 5 Maret 2025 di Rumah Sakit Umum dr. Djoelham Binjai, kembali memperjuangkan keadilan terkait dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian ibunya. Tiopan menuntut agar pihak rumah sakit bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
Pada awalnya, Tiopan telah mengajukan permohonan kepada DPRD Kota Binjai untuk mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak rumah sakit.
Namun, hingga kini, permintaan tersebut belum mendapat respons yang memadai. Tidak hanya itu, Tiopan juga telah memberikan tembusan kepada Inspektorat Kota Binjai, tetapi proses tindak lanjut yang diharapkan belum juga dilakukan.
"Sudah berulang kali saya berupaya menghubungi pihak berwenang. Saya mengajukan surat kepada Inspektorat Kota Binjai dan DPRD, namun hingga saat ini belum ada yang memberikan solusi atau tindakan yang konkret," ungkap Tiopan dengan nada kecewa.
Kekurangan Air dan Malapraktik Medis Diduga Sebabkan Kematian
Tiopan mengungkapkan bahwa pada saat ibunya meninggal dunia, ia melihat kondisi yang mencurigakan. Ia menyatakan bahwa saat ibu tercintanya menjalani proses hemodialisa di ruang Hemodialisa (HD), mesin HD menunjukkan tanda "no water," alarm berbunyi, dan lampu berkedip merah. Tak lama setelah itu, ibu Tiopan meninggal dunia.
"Saat ibu saya meninggal, saya melihat ada petugas pemadam kebakaran yang memasukkan selang ke dalam ruangan Hemodialisa. Mesin HD menunjukkan tanda 'no water', alarm berbunyi, dan lampu berkedip merah. Saya menduga, ini yang menjadi penyebab kematian ibu saya," ujar Tiopan dengan tegas.
Tiopan juga menyatakan bahwa kekurangan air saat proses cuci darah adalah dugaan kuat penyebab kematian ibunya, yang dapat berujung pada malapraktik medis.
Sebagai langkah lanjutan, Tiopan mengirimkan surat kepada pihak RSUD Djoelham untuk meminta klarifikasi, namun belum mendapat jawaban yang memadai hingga kini.
Kritik terhadap Fasilitas dan Pelayanan di RSUD Djoelham
Selain itu, Tiopan juga mengkritik kondisi fasilitas rumah sakit tersebut yang dianggapnya tidak layak beroperasi.
Ia menyebutkan bahwa akses lift terbatas, fasilitas kamar mandi yang buruk, dan kualitas air yang tidak memadai menjadi salah satu alasan ia menilai pelayanan publik di RSUD Djoelham sangat buruk.