Tiga tersangka dugaan penipuan modus bisa meluluskan menjadi anggota Polri, Parlautan Banjarnahor (Kanan) pensiunan Polisi, Rita Nurhaida Butar-butar (tengah), dan Susilawati Siregar (kiri), Selasa (10/6/2025). (foto: tm)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
MEDAN – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) berhasil mengungkap kasus dugaan penipuan dengan modus menjanjikan kelulusan menjadi calon siswa (Casis) Bintara Polri. Ironisnya, kasus ini melibatkan seorang mantan anggota kepolisian.
Sebanyak lima korban telah melapor dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp 1,4 miliar.
Kelima korban tersebut adalah Nurlina (kerugian Rp 430 juta), Purnomo (Rp 130 juta), Martua Ganda Sihite (Rp 170 juta), Ajun Parhusip (Rp 350 juta), dan Lusiana (Rp 350 juta).
Mirisnya, setelah para korban menyetorkan uang ratusan juta, anak-anak mereka tetap dinyatakan tidak lulus dalam seleksi menjadi personel Polri.
Irwasda Polda Sumut Kombes Nanang Masbudi menjelaskan, tiga orang tersangka telah diamankan.
Mereka adalah Parlautan Banjarnahor (52), seorang pensiunan polisi yang juga memiliki tempat bimbingan belajar (bimbel), Rita Nurhaida Butar-butar (33), istri dari Parlautan, dan Susilawati Siregar, yang berperan sebagai admin sekaligus penerima uang.
"Alhamdulillah, kami berhasil mengungkap kejadian tersebut dan ada 5 korban dengan total kerugian Rp 1,43 Miliar," terang Kombes Nanang Masbudi pada Selasa (10/6/2025).
Kombes Nanang menerangkan, tersangka utama Parlautan Banjarnahor diduga menipu para korban dengan modus membuka bimbingan belajar (bimbel) bernama "Maju Bersama".
Para korban yang ingin anaknya menjadi polisi diminta untuk mendaftarkan anaknya ke bimbel milik Parlautan dengan biaya Rp 6 juta per bulan selama 5 hingga 6 bulan.
Selama periode tersebut, anak-anak para korban akan menginap di tempat bimbel untuk mendapatkan pelajaran akademik hingga pelatihan fisik.
Parlautan, yang merupakan pensiunan dini personel Polda Sumut sejak tahun 2021, diduga mengiming-imingi para korban bahwa anak mereka akan lulus karena dijanjikan masuk melalui kuota khusus.
Namun, setelah mengikuti semua proses dan membayar sejumlah uang, anak-anak para korban tetap dinyatakan tidak lulus.