JAKARTA – Ketua DPR RIPuan Maharani menyampaikan kritiknya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Ia menilai keputusan tersebut bertentangan dengan semangat dan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Semua partai politik mempunyai sikap yang sama, bahwa pemilu sesuai dengan undang-undangnya adalah dilakukan selama lima tahun. Jadi, apa yang sudah dilakukan oleh MK menurut undang-undang itu menyalahi Undang-Undang Dasar," ujar Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (15/7/2025).
Putusan MK dalam perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengatur agar pemilu daerah digelar dua hingga dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
Hal ini mencakup pemisahan antara pemilihan presiden, DPR, dan DPD (pemilu nasional), serta pemilihan kepala daerah dan DPRD (pemilu lokal).
Namun, menurut Puan, penyelenggaraan pemilu secara serentak setiap lima tahun telah menjadi konsensus politik nasional, dan merupakan amanah konstitusi yang telah dijalankan dalam beberapa periode terakhir.
Sikap senada juga disampaikan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Komaruddin Watubun.
Ia menyebut bahwa MK telah melangkahi kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang dengan masuk terlalu dalam ke ranah teknis penjadwalan pemilu.
"Putusan ini bukan lagi hanya menguji konstitusionalitas norma, tapi sudah masuk ke ranah legislasi yang seharusnya menjadi domain DPR dan pemerintah," kata Komaruddin.
PDIP pun berencana mendalami putusan MK tersebut dengan mengundang sejumlah pakar hukum tata negara, termasuk mantan Ketua MK, Mahfud MD, untuk melakukan kajian mendalam.
Meski begitu, Komar mengaku belum ada sikap resmi dari fraksinya maupun tenggat waktu dari pimpinan DPR untuk menindaklanjuti putusan tersebut.