BREAKING NEWS
Jumat, 17 Oktober 2025

Komisi III DPR Curiga Ada Inkonsistensi Data di Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina

Abyadi Siregar - Kamis, 16 Oktober 2025 11:47 WIB
Komisi III DPR Curiga Ada Inkonsistensi Data di Kasus Tata Kelola Minyak Pertamina
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Foto: Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyoroti perbedaan mencolok dalam perhitungan kerugian negara terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

Abdullah mempertanyakan selisih besar antara estimasi awal Kejagung sebesar Rp968,5 triliun dengan angka yang tercantum dalam surat dakwaan sebesar Rp285,1 triliun.

"Masyarakat bertanya-tanya, mengapa selisih kerugian dari kasus korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina yang ditangani Kejagung itu sangat besar? Jangan salahkan masyarakat apabila curiga atau berspekulasi atas hal ini," ujar Abdullah kepada wartawan, Kamis (16/10/2025).

Baca Juga:

Menurutnya, inkonsistensi data tersebut berpotensi menimbulkan kecurigaan publik dan menggerus kepercayaan terhadap institusi penegak hukum.Politikus asal Jawa Tengah VI itu juga menyoroti pernyataan Kejagung yang sempat membantah adanya praktik oplosan bahan bakar di tubuh Pertamina. Padahal, isu tersebut sebelumnya telah menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap BUMN migas itu.

"Pernyataan itu sempat membuat masyarakat kecewa dan tidak percaya dengan Pertamina. Bahkan ada yang memilih mengisi bahan bakar di SPBU non-Pertamina. Ini tentu merugikan negara," tegas Abdullah.Kejagung kemudian menjelaskan bahwa istilah yang benar dalam proses produksi bahan bakar adalah "blending", yakni pencampuran komponen bahan bakar dengan kadar oktan berbeda—bukan "oplosan" seperti yang ramai disebut publik.

Sebagai mitra kerja Kejagung, Abdullah menegaskan dukungan penuh Komisi III DPR terhadap upaya pemberantasan korupsi. Namun, ia mengingatkan agar Kejagung mengedepankan prinsip profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas, serta tidak mencari sensasi dalam penyampaian informasi ke publik."Kejagung dan aparat penegak hukum harus profesional, transparan, dan akuntabel. Jangan sampai masyarakat bingung dan kehilangan kepercayaan karena informasi yang tidak konsisten," ujarnya.

Abdullah juga mendorong agar Kejagung bekerja sama dengan PPATK, pakar hukum, dan akademisi dalam menghitung serta mengumumkan kerugian negara dari kasus-kasus besar semacam ini. Langkah itu, katanya, penting untuk menghindari kesalahan teknis dan persepsi publik yang keliru.Sebagai informasi, pada 26 Februari 2025, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, sempat menyebut kerugian negara akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018–2023 bisa mencapai Rp968,5 triliun.

Namun, dalam dakwaan terhadap Muhammad Kerry Adrianto Riza—anak pengusaha minyak Riza Chalid—dan empat terdakwa lainnya, nilai kerugian negara yang disebutkan turun menjadi Rp285,1 triliun.*

(vo/m006)

Baca Juga:

Editor
: Mutiara
0 komentar
Tags
beritaTerkait
KPU Jakarta Mulai Proses Perhitungan Suara Pilgub 2024, Rapat Pleno Terbuka Dimulai
Aria Bima Sebut Megawati Punya Perhitungan Cermat, Termasuk Bertemu Prabowo atau Tidak
Pasangan Prabowo-Gibran Unggul di Jakbar, Saksi 03 Keberatan Untuk Tanda Tangan
Percaya pada Hasil Real Count: Tinjauan Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI)
Aplikasi Sirekap Eror Saat Ppk Rekapitulasi Hasil Suara Pemilu di Muaro Jambiu00a0u00a0u00a0
Mengidap Serangan Jantung dan Lambung, 2 u00a0Petugas TPS Meninggal Dunia
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru