
Rocky Gerung Hadir di SMA Plus Efarina, Bupati Simalungun: Ini Momentum Lahirkan Generasi Emas
SIMALUNGUN Bupati Simalungun, Dr. H. Anton Achmad Saragih, bersama Ketua TP PKK Kabupaten Simalungun, Ny. Hj. Darmawati Anton Achmad Sar
Pendidikan
INDIA -Sebuah undang-undang yang kontroversial telah mengguncang India, memicu gelombang protes dan meningkatkan ketegangan sosial di negara demokrasi terbesar di dunia. Undang-undang tersebut, yang dikenal sebagai Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan, memicu kembali debat sengit tentang identitas dan pluralisme di tengah masyarakat yang beragam.
Diterapkan pada Senin (11/3/2024), undang-undang tersebut pada awalnya dirancang untuk memberikan bantuan kepada minoritas agama Hindu, Parsi, Sikh, Budha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 31 Desember 2014. Namun, apa yang membuat undang-undang ini menjadi kontroversial adalah pengecualian terhadap warga Muslim, yang merupakan mayoritas di ketiga negara tersebut.
Pendukung undang-undang tersebut mengklaim bahwa itu adalah langkah yang diperlukan untuk melindungi minoritas agama yang teraniaya di negara-negara tetangga India. Namun, kritikus menilai undang-undang tersebut sebagai langkah diskriminatif yang bertujuan untuk memperkuat agenda nasionalis Hindu dan memarginalkan umat Islam yang jumlahnya mencapai 200 juta di India.
Kronologi Peristiwa
Undang-undang kontroversial ini sebenarnya telah disetujui oleh Parlemen India pada tahun 2019. Namun, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi menunda penerapannya setelah protes mematikan terjadi di New Delhi dan tempat lainnya. Protes tersebut menarik perhatian orang-orang dari semua agama, yang merasa bahwa undang-undang tersebut merusak prinsip India sebagai negara sekuler.
Protes tersebut juga mencerminkan kekhawatiran bahwa undang-undang kewarganegaraan tersebut, ketika dikombinasikan dengan usulan pendaftaran warga negara, dapat digunakan oleh pemerintah untuk meminggirkan umat Islam India. Selain itu, penggunaan daftar warga negara nasional telah menimbulkan kekhawatiran tentang perlakuan terhadap mereka yang dianggap datang ke India secara ilegal.
Kritik terhadap undang-undang tersebut semakin memuncak ketika Amnesty India menyatakan bahwa undang-undang tersebut “melegitimasi diskriminasi berdasarkan agama”. Para kritikus juga menyoroti fakta bahwa undang-undang ini tidak mencakup kelompok agama minoritas Muslim, seperti penganut Ahmadiyah di Pakistan dan Rohingya di Myanmar, yang juga menghadapi penganiayaan di negara mereka sendiri.
Pada saat yang sama, laporan dari Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF) mengungkapkan bagaimana pemerintah India telah terus menegakkan kebijakan yang diskriminatif terhadap berbagai kelompok agama, termasuk Muslim. Laporan tersebut menyoroti upaya India untuk menargetkan para pelaku konversi agama dan menekan suara-suara kritis, serta tindakan kekerasan yang ditujukan kepada minoritas agama.
Implikasi dan Ketakutan Saat Ini
Dengan diterapkannya undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial ini, banyak yang khawatir bahwa India akan semakin menjauh dari prinsip-prinsip sekuler yang diabadikan dalam konstitusinya. Implikasi dari kebijakan diskriminatif ini juga dapat memperburuk ketegangan sosial dan meningkatkan polarisasi di antara berbagai kelompok agama di negara tersebut.
Bagi umat Muslim India, undang-undang ini menimbulkan ketakutan akan deportasi atau penahanan, serta merasa bahwa mereka semakin dipinggirkan dalam masyarakat India yang semakin terpolarisasi. Sementara itu, dukungan terhadap undang-undang tersebut telah memperkuat kelompok-kelompok nasionalis Hindu, yang memandangnya sebagai langkah yang diperlukan untuk melindungi identitas Hindu India.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah India untuk memperhatikan kekhawatiran dan aspirasi dari semua kelompok agama dalam masyarakatnya. Keadilan, pluralisme, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia harus tetap menjadi landasan dari negara demokrasi terbesar di dunia ini.
Pemerintah India di bawah kepemimpinan PM Modi dihadapkan pada tantangan besar untuk menangani ketegangan dan ketidaksetujuan yang berkembang di tengah masyarakat yang semakin terbagi-bagi ini. Masa depan India sebagai negara demokratis dan pluralis akan sangat ditentukan oleh cara pemerintah menanggapi kekhawatiran dan aspirasi dari semua warga negaranya, tanpa memandang agama atau kepercayaan mereka.
(K/09)
SIMALUNGUN Bupati Simalungun, Dr. H. Anton Achmad Saragih, bersama Ketua TP PKK Kabupaten Simalungun, Ny. Hj. Darmawati Anton Achmad Sar
PendidikanPADANGSIDIMPUAN Pemerintah Kota (Pemko) Padangsidimpuan bersama Polres Padangsidimpuan dan Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Tapanuli
PemerintahanKAMPUNG TENGAH Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah tengah menelusuri laporan dugaan pemerasan terhadap sejumlah Aparatur Sipil Nega
Hukum dan KriminalJAKARTA Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan genap berusia satu tahun pada 20 Oktober 2
PolitikPARAPAT Pengamat politik sekaligus filsuf, Rocky Gerung, kembali melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah, kali ini menyor
NasionalTAKENGON Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Bener Meriah resmi melaksanakan Musyawarah Daerah (Musda)
PolitikOlehRachmat Jayadikarta SE,.adsenseKELANGKAAN Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan sejumlah provinsi lain d
OpiniJAKARTA Hasil undian cabang olahraga sepak bola putra SEA Games 2025 resmi diumumkan dan langsung menyita perhatian publik. adsenseTim
OlahragaJAKARTA Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencatat capaian signifikan dalam upaya pembera
Hukum dan KriminalMEDAN Ketua DPW Partai NasDem Sumatera Utara, Iskandar, menerima permintaan maaf dari Kapolda Sumut Irjen Wisnu Hermawan terkait insiden
Hukum dan Kriminal