BREAKING NEWS
Selasa, 14 Oktober 2025

Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal 1998 Tuai Kecaman, Istana Imbau Publik Tidak Berspekulasi

- Senin, 16 Juni 2025 15:18 WIB
Pernyataan Fadli Zon Soal Pemerkosaan Massal 1998 Tuai Kecaman, Istana Imbau Publik Tidak Berspekulasi
Kepala Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi (foto: sekretariat presiden)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA - Pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait tragedi pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 menuai kecaman luas dari berbagai kalangan. Fadli menyebut bahwa peristiwa tersebut hanya berdasarkan "rumor", bukan fakta hukum yang kuat.

Menanggapi polemik yang memanas, Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO) Hasan Nasbi meminta masyarakat untuk menahan diri dan tidak berspekulasi sebelum hasil penulisan ulang sejarah nasional secara resmi dirilis.

"Toh yang menulis ini adalah sejarawan-sejarawan kredibel. Mereka tidak akan mengorbankan kredibilitas hanya demi hal-hal yang tak perlu," kata Hasan saat ditemui di Kantor PCO, Jakarta, Senin (16/6).

Hasan menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mendukung proyek penulisan ulang sejarah nasional, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kebudayaan. Proyek ini melibatkan 113 penulis, 20 editor jilid, dan 3 editor umum, termasuk sejumlah sejarawan independen.

Meskipun proyek ini sempat mengundang pro dan kontra, Hasan menegaskan bahwa pemerintah tidak alergi terhadap kritik dan membuka ruang bagi koreksi publik setelah draf final diterbitkan.

"Tunggu dulu draf resminya. Setelah itu, kita bisa koreksi bersama-sama. Jangan spekulatif sejak awal," ujarnya.

Sebelumnya, Fadli Zon menuai kritik tajam setelah dalam siniar YouTube IDN Times ia menyebut bahwa pemerkosaan massal 1998 tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan lebih bersifat rumor. Namun, Fadli segera memberikan klarifikasi lewat akun X resminya.

"Saya tidak pernah menyangkal adanya kekerasan seksual. Tapi istilah 'pemerkosaan massal' perlu ditinjau ulang secara hati-hati, karena berpengaruh terhadap identitas kolektif bangsa," tulis Fadli.

Ia juga menyoroti kelemahan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang menurutnya tidak mencantumkan secara rinci identitas korban, pelaku, maupun tempat kejadian secara lengkap.

Fadli membantah tuduhan bahwa narasi perempuan dihilangkan dari buku sejarah versi baru. Ia menegaskan bahwa justru salah satu fokus utama penulisan ulang sejarah ini adalah penguatan peran perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa.

Pernyataan Fadli dianggap menyakitkan oleh keluarga korban dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Banyak pihak mendesak agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengangkat narasi sejarah yang menyangkut tragedi kemanusiaan, terutama yang menyangkut perempuan korban kekerasan seksual.*

(bs/j006)

Editor
:
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru