BITVONLINE.COM -Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 yang mengatur kewajiban pelabelan Bisphenol-A (BPA) pada produk air minum dalam kemasan (AMDK). Peraturan ini menetapkan ambang batas aman BPA pada 0,6 mg/kg atau 0,6 ppm. Namun, penetapan ambang batas ini menuai perhatian seiring dengan beragam penelitian yang menunjukkan dampak kesehatan dari BPA, bahkan pada dosis yang lebih rendah.
Ambang Batas BPA dan Penelitian Terbaru
Peraturan BPOM yang baru ditetapkan mengatur bahwa produk air minum dalam kemasan harus mencantumkan label yang menginformasikan kandungan BPA jika melebihi ambang batas yang ditetapkan. Dosis 0,6 ppm diklaim aman karena dianggap masih berada dalam batas toleransi tubuh untuk sekresi BPA. Namun, penetapan ambang batas ini bukan tanpa kontroversi. Berbagai studi mengungkapkan hasil yang berbeda mengenai efek kesehatan dari BPA.
Prof. Junaidi Khotib, ahli farmakologi dari Universitas Airlangga, menyoroti potensi perubahan ambang batas BPA yang mungkin diperlukan. Ia mengungkapkan bahwa BPA yang bermigrasi dari kemasan polikarbonat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat keasaman cairan yang dikemas, suhu penyimpanan, dan paparan sinar matahari.
Dalam periode 2021 hingga 2022, Prof. Junaidi bersama timnya melakukan tiga kali pemeriksaan terhadap kondisi-kondisi tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar BPA yang bermigrasi pada air minum dari kemasan polikarbonat mengalami peningkatan berturut-turut dengan persentase 3,13%, 3,45%, dan 4,58%. Sementara itu, kadar BPA dalam kisaran 0,05-0,6 ppm juga menunjukkan peningkatan berturut-turut dari 28,12% menjadi 50,98%.
“Penelitian ini menunjukkan bahwa siklus penggunaan kemasan isi ulang galon polikarbonat juga mempengaruhi tingginya kadar BPA. Saya menyambut baik Peraturan BPOM 6/2024 karena dapat membuka ruang edukasi yang lebih baik bagi masyarakat dalam memilih produk yang aman,” kata Prof. Junaidi.
Penelitian Internasional dan Implikasinya
Selain hasil studi domestik, ada juga penelitian internasional yang menyoroti potensi bahaya BPA pada dosis rendah. Jurnal berjudul Low Dose Effects of Bisphenol A: An Integrated Review of In Vitro, Laboratory Animal, and Epidemiology Studies, yang diterbitkan oleh Laura N. Vandenberg dan timnya dalam Endocrine Reviews pada 2012, mengkaji dampak paparan BPA pada berbagai organisme, termasuk manusia.
Penelitian ini menegaskan bahwa BPA, bahkan pada dosis rendah, dapat mempengaruhi sistem endokrin dan berkontribusi pada masalah kesehatan seperti gangguan reproduksi, perkembangan, metabolisme, dan risiko penyakit lainnya. Jurnal tersebut menyebutkan dosis rendah BPA dalam kisaran 0,025-0,5 µg/kg berat badan per hari dapat berdampak negatif pada kesehatan.
Perbandingan dan Implikasi Regulasi
Menarik untuk dicatat bahwa ambang batas yang ditetapkan BPOM, yaitu 0,6 ppm, ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dosis yang dianggap aman dalam studi tersebut. Untuk memberikan gambaran, jika seseorang dengan berat badan 60 kilogram mengonsumsi air minum dengan kadar BPA 0,6 ppm, ini setara dengan 10 µg/kg berat badan per hari. Sementara dosis rendah yang dipakai dalam studi adalah antara 0,025-0,5 µg/kg berat badan per hari.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa ambang batas BPA yang ditetapkan BPOM mungkin masih memerlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan keamanan konsumen. Penelitian lebih lanjut dan pemantauan yang ketat tetap penting untuk melindungi kesehatan masyarakat dari potensi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh BPA, terutama dalam produk yang berpotensi menyebabkan paparan kronis.
Dalam konteks ini, Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 dapat dianggap sebagai langkah awal yang penting dalam melindungi konsumen. Namun, penting bagi pihak berwenang untuk terus memperbarui dan menyesuaikan regulasi berdasarkan hasil penelitian terbaru untuk memastikan kesehatan masyarakat tetap terjaga.
(N/014)
Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024: Ambang Batas BPA di Produk Air Minum dan Implikasinya