BREAKING NEWS
Minggu, 28 September 2025

Reformasi Total Pendanaan Parpol: Menuju Sistem yang Adil dan Bebas Oligarki

Justin Nova - Sabtu, 17 Mei 2025 08:10 WIB
Reformasi Total Pendanaan Parpol: Menuju Sistem yang Adil dan Bebas Oligarki
Ilustrasi.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MEDAN - Dosen FISIP UMSU Shohibul Anshor Siregar menilai, sistem pendanaan partai politik kita saat ini bukan hanya tidak memadai, tapi juga cacat demokrasi.

Narasumber yang konsisten menyuarakan reformasi pendanaan parpol sejak 2015 ini kembali mengemukakan kritik pedas terhadap mekanisme lama yang dinilainya telah gagal menciptakan keadilan bagi partai politik.

Menurut Shohibul, pola distribusi dana berdasarkan perolehan suara pemilu selama ini menciptakan ketimpangan struktural.

Menurutnya, ini sistem yang absurd. Bayangkan, partai besar bisa mendapatkan ratusan miliar rupiah. Sedangkan partai kecil harus bertahan dengan dana yang mungkin tak mencukupi bahkan untuk biaya operasional satu kantor DPP selama setahun.

"Pada APBN 2024, kalau saya tak salah alokasi hibah parpol hanya Rp 1,2 triliun - lebih kecil dari anggaran hibah olahraga yang mencapai Rp 3,5 triliun. Saya tak bermaksud mengatakan bahwa olahraga tidak lebih penting dari partai karena saya tahu bahwa dana yang dialokasikan untuk sektor ini pun masih tergolong kecil. Ironisnya, dana minim yang diterima parpol ini masih dibagi secara timpang berdasarkan hasil pemilu, " katanya.

Shohibul mengingatkan bahwa sistem saat ini justru memperkuat oligarki. "Dengan mekanisme seperti ini, kita sebenarnya sedang memelihara lingkaran setan. Partai besar makin kaya dan dominan, sedangkan partai kecil sulit berkembang. Pada akhirnya, demokrasi kita dikendalikan oleh segelintir partai yang didikte pemodal besar, " jelasnya,

Sebagai solusi, Shohibul mengusulkan model revolusioner. "Kita perlu sistem baru dimana semua partai yang memenuhi threshold parlemen mendapat dana dasar sama, katakanlah Rp 1 triliun per tahun. Lalu dapat dipertimbangkan untuk adanya insentif tambahan berdasarkan kinerja dan akuntabilitas," jelasnya.

Gagasan ini bukan tanpa preseden. "Lihatlah Jerman yang memberikan dana dasar untuk semua partai di parlemen plus tambahan berdasarkan suara. Atau Kanada dengan sistem matching fund yang menggandakan sumbangan masyarakat. Bahkan Swedia memberikan dana operasional tetap terlepas dari hasil pemilu," paparnya.

Ia menambahkan, "Kita justru anomali sebagai negara demokrasi besar dengan sistem pendanaan parpol paling diskriminatif."

Tentang resistensi yang kerap menghadang, Shohibul berargumen, memang selalu ada kekhawatiran penyalahgunaan dana. Tapi solusinya bukan menolak pendanaan yang memadai, melainkan membangun sistem pengawasan triple-track melibatkan BPK, KPK, dan lembaga independen.

Shohibul menyampaikan pesan tegas: "Pilihan kita sekarang sederhana tetapi menentukan - tetap mempertahankan sistem rusak yang menguntungkan oligarki, atau berani melakukan lompatan besar menuju demokrasi sejati dimana partai politik benar-benar menjadi alat kedaulatan rakyat."*

Editor
: Justin Nova
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru