BREAKING NEWS
Senin, 20 Oktober 2025

Istihsan: Urgensi dan Penerapannya di Era Kontemporer

Redaksi - Senin, 20 Oktober 2025 09:06 WIB
Istihsan: Urgensi dan Penerapannya di Era Kontemporer
Ustazd Said Heriadi, Pegiat Da'wah Aceh Selatan, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Aceh Selatan, serta Pegawai Kemenag Aceh Selatan. (foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Kapasitas Ijtihad: Memiliki kemampuan analisis dan sintesis hukum yang matang (malakah al-ijtihad), serta pemahaman yang mendalam terhadap tujuan syariat (Maqashid al-Syari'ah).

Pemahaman Realitas (Fiqh al-Waqi'): Memiliki pengetahuan tentang konteks masyarakat, budaya, dan tantangan kontemporer ('Urf), sehingga ISTIHSAN yang dilakukan benar-benar membawa kemaslahatan, bukan sekadar pembenaran hawa nafsu.
ISTIHSAN adalah tugas para ulama mujtahid, bukan milik awam atau orang yang baru mempelajari fikih.

ISTIHSAN dan Jembatan Kearifan Lokal ('Urf) dalam Fikih
Hukum Islam, khususnya dalam ranah Fikih Muamalah (transaksi dan interaksi sosial), tidak pernah beroperasi dalam ruang hampa. Ia adalah sistem yang hidup, yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan keunikan budaya masyarakat. Disinilah letak peran vital dari Konsep ISTIHSAN—sebuah metode penetapan hukum yang mencari kebaikan (preferensi)—dan hubungannya yang erat dengan Kearifan Lokal, atau yang dalam ilmu fikih dikenal sebagai 'Urf.

Kearifan lokal, atau 'Urf, bukanlah sekadar tradisi usang; ia adalah harta karun berupa kebiasaan yang telah dikenal, diterima, dan disepakati oleh suatu komunitas, baik itu dalam bentuk perkataan maupun perbuatan sehari-hari.

Dalam hierarki sumber hukum Islam, 'Urf dapat menjadi dalil kuat—sebuah pijakan yang memadai bagi seorang mujtahid (ahli hukum Islam) untuk menerapkan ISTIHSAN. Ini adalah momen penting dimana seorang ulama memutuskan untuk beralih dari satu hukum kehukum lain yang lebih adaptif.

Istihsan: Mengutamakan Kebiasaan yang Baik
Pada dasarnya, ISTIHSAN seringkali muncul sebagai pengecualian terhadap Qiyas (analogi) yang terlalu kaku. Bayangkan sebuah praktik yang, jika dianalisis menggunakan Qiyas ketat, mungkin terlihat bermasalah atau dilarang. Namun, praktik tersebut telah menjadi kebiasaan yang baik dalam masyarakat ('Urf Shahih) dan yang terpenting, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Nash (Al-Qur'an dan Sunah).

Dalam situasi inilah, seorang mujtahid akan menggunakan ISTIHSAN berbasis 'Urf untuk membolehkan praktik tersebut. Filosofinya sederhana: apa yang dipandang baik dan mendatangkan kemaslahatan oleh masyarakat secara umum, asalkan tidak melanggar syariat, layak untuk dipertahankan dan dilegitimasi. Kaidah fikih yang terkenal merangkum prinsip ini:
"Al-'Ādatu Muḥakkamah" ("Adat kebiasaan itu dapat dijadikan sebagai hukum/keputusan.")

Penerapan ISTIHSAN berbasis 'Urf menjamin bahwa Syariat dapat berinteraksi secara harmonis dengan masyarakat:
Jual Beli: Di banyak daerah, terdapat praktik jual beli tanpa ijab-qabul lisan yang formal (disebut Mu'āṭah), seperti mengambil barang di warung dan meletakkan uang. Secara Qiyas ketat, akadnya mungkin kurang lengkap, tetapi ISTIHSAN membolehkannya karena ini adalah 'Urf yang memudahkan transaksi dan sudah dipahami kedua belah pihak.

Penggunaan Istilah: Arti sebuah kata atau istilah hukum dalam akad (misalnya, dalam kontrak kerja atau sewa) akan dipahami sesuai 'Urf yang berlaku diwilayah tersebut, bukan selalu berdasarkan makna harfiah atau linguistiknya.

Dengan demikian, ISTIHSAN yang bersandar pada Kearifan Lokal ('Urf) berfungsi sebagai katup pengaman bagi hukum Islam. Ia memastikan Syariat tetap lentur, praktis, dan relevan, memungkinkan umat Islam untuk berinteraksi dan bertransaksi dalam lingkup budaya mereka tanpa harus melanggar batas-batas agama.

Syarat Diterimanya 'Urf sebagai Pijakan ISTIHSAN
Kearifan lokal atau 'Urf merupakan jembatan emas yang menghubungkan prinsip-prinsip abadi syariat dengan dinamika kehidupan manusia. Namun, tidak semua adat istiadat dapat diangkat menjadi pijakan hukum dalam Islam. Agar sebuah kebiasaan lokal dapat dijadikan dasar bagi ISTIHSAN (pengambilan keputusan yang mengutamakan kebaikan), ia harus melalui proses penyaringan yang ketat, memenuhi serangkaian syarat syar'i yang berfungsi sebagai filter keadilan.

1. Kepatuhan Mutlak pada Nash (Sumber Utama)
Syarat pertama dan terpenting adalah kearifan lokal tersebut tidak boleh bertentangan dengan Nash, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. 'Urf tidak memiliki kekuatan untuk membatalkan ketetapan Ilahi. Jika suatu adat menghalalkan apa yang secara eksplisit diharamkan syariat (misalnya, praktik riba atau judi yang diwariskan secara turun-temurun), atau sebaliknya, mengharamkan apa yang dihalalkan, maka adat itu akan ditolak mentah-mentah. Kearifan lokal hanya bisa diterima selama ia bergerak dalam ruang lingkup yang diizinkan oleh teks-teks utama Syariat.
2. Berlaku secara Umum (Ghalabah)
Syarat kedua memastikan bahwa adat yang diakui benar-benar mencerminkan tatanan sosial, bukan hanya perilaku individual. Suatu kebiasaan harus berlaku di kalangan mayoritas masyarakat di wilayah tersebut. Urf yang dapat menjadi pijakan Istihsan bukanlah praktik segelintir orang yang menyimpang, melainkan kebiasaan yang telah dikenal luas dan menjadi norma baku dalam komunikasi serta transaksi mereka. Keumuman ini memberikan legitimasi sosial yang kuat, menjadikannya standar yang adil untuk menyelesaikan perselisihan.
3. Tidak Menimbulkan Kerusakan (Mafsadah)
Kearifan lokal haruslah sejalan dengan tujuan Agung Syariat (Maqashid Syariah), yaitu membawa kemaslahatan. Oleh karena itu, adat tidak boleh bertentangan dengan kemaslahatan umum atau menyebabkan kerusakan (mafsadah) yang lebih besar. Misalnya, jika suatu adat istiadat menyebabkan pemborosan harta secara masif, atau justru memicu permusuhan antar-kelompok, maka meskipun ia sudah menjadi kebiasaan, ia harus dihentikan dan tidak dapat dijadikan Dasar Hukum. ISTIHSAN selalu berorientasi pada hasil terbaik bagi umat.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
43 Kasus Korupsi Dibongkar, Pemerintahan Prabowo-Gibran Tekan Kerugian Negara Rp320 Triliun!
Ketua NasDem Sumut Terima Permintaan Maaf Kapolda, Tapi Desak Proses Hukum Jalan Terus
Polisi Gerebek Pesta Seks Sesama Jenis di Surabaya, 34 Pria Diamankan
Kapolda Sumut Minta Maaf Atas Salah Tangkap Ketua NasDem
Andre Taulany Siap Bayar Nafkah Rp1 Miliar, Erin Balas dengan Ancaman Bongkar Bukti Pengkhianatan
Penguatan Aspek Hukum dalam Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Daerah di Tengah Dinamika Globalisasi
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru