BREAKING NEWS
Rabu, 22 Oktober 2025

Perbandingan Sistem Hukum dalam Mewujudkan Standarisasi Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Daerah

Redaksi - Selasa, 21 Oktober 2025 16:02 WIB
Perbandingan Sistem Hukum dalam Mewujudkan Standarisasi Tata Kelola Perencanaan Pembangunan Daerah
Ervina Sari Sipahutar, S.H., M.H, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (S3) Universitas Sumatera Utara.(Foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

OLEH :Ervina Sari Sipahutar, S.H., M.H.

Perencanaan pembangunan daerah merupakan fondasi penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkualitas. Di era desentralisasi, daerah memiliki kewenangan lebih besar untuk menentukan arah pembangunan sesuai potensi dan kebutuhan lokal. Namun, desentralisasi juga menghadirkan tantangan dalam hal keseragaman dan kualitas tata kelola perencanaan pembangunan. Standarisasi tata kelola menjadi kebutuhan mendesak agar proses perencanaan tidak hanya efektif, tetapi juga transparan dan akuntabel.

Dalam mewujudkan standarisasi tersebut, peran sistem hukum sangat vital. Sistem hukum yang dianut suatu negara secara fundamental mempengaruhi mekanisme, instrumen, dan implementasi tata kelola pembangunan daerah. Oleh karena itu, membandingkan bagaimana berbagai sistem hukum mengatur standarisasi tata kelola perencanaan pembangunan daerah menjadi langkah penting dalam mencari model terbaik yang sesuai konteks.

Baca Juga:

Sistem Hukum dan Karakteristik Tata Kelola Pembangunan Daerah

Secara garis besar, dunia mengenal dua sistem hukum utama, yaitu sistem civil law dan common law, yang memiliki karakteristik berbeda dalam hal pembentukan hukum, penerapan, dan interpretasi aturan. Sistem civil law, yang banyak dianut negara-negara Eropa kontinental, termasuk Indonesia, menitikberatkan pada hukum tertulis dan regulasi yang sistematis. Regulasi formal menjadi alat utama dalam mengatur tata kelola pembangunan daerah, mulai dari pembentukan kelembagaan, proses perencanaan, hingga mekanisme evaluasi.

Dalam konteks standarisasi, sistem ini memberikan kerangka kerja yang jelas, baku, dan mengikat, sehingga setiap daerah diwajibkan mengikuti prosedur yang seragam sesuai regulasi yang berlaku. Namun, sistem civil law seringkali dikritik karena cenderung kaku dan kurang adaptif terhadap perubahan sosial dan dinamika lokal yang cepat.

Tata kelola yang sangat bergantung pada aturan tertulis terkadang mengalami kendala dalam merespon kebutuhan inovasi atau perubahan kebijakan yang mendesak. Hal ini berpotensi menghambat fleksibilitas yang dibutuhkan dalam proses perencanaan pembangunan daerah yang dinamis.Berbeda dengan civil law, sistem common law yang berkembang di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, lebih mengedepankan prinsip preseden dan kebebasan interpretasi pengadilan.

Dalam hal ini, standarisasi tata kelola pembangunan daerah lebih mengandalkan praktik hukum yang berkembang melalui keputusan-keputusan pengadilan dan praktek administrasi yang dinamis. Sistem common law memberikan kelembagaan ruang untuk berinovasi dan menyesuaikan standar tata kelola berdasarkan konteks dan kebutuhan lokal.

Fleksibilitas ini memungkinkan daerah lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat dan perkembangan ekonomi sosial yang cepat, namun juga menuntut kemampuan kelembagaan yang tinggi dalam mengelola dan menerapkan hukum secara konsisten. Kelemahan sistem common law dalam konteks ini adalah potensi ketidakpastian hukum dan inkonsistensi standar di berbagai wilayah, yang dapat mengganggu sinkronisasi pembangunan nasional.

Implikasi Perbandingan Sistem Hukum bagi Standarisasi Tata Kelola

Perbandingan kedua sistem hukum ini mengungkapkan bahwa setiap sistem memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda dalam mengatur standarisasi tata kelola pembangunan daerah. Sistem civil law unggul dalam memberikan kepastian hukum, regulasi yang jelas, dan prosedur yang terstruktur sehingga memudahkan monitoring dan evaluasi.

Namun, kekakuan aturan formal dapat membatasi kemampuan daerah untuk berinovasi dan merespons perubahan sosial secara cepat. Sebaliknya, sistem common law lebih adaptif dan mendorong inovasi tata kelola melalui fleksibilitas interpretasi dan pelaksanaan hukum. Namun, tanpa adanya regulasi tertulis yang kuat dan mekanisme pengawasan yang efektif, standarisasi tata kelola rentan mengalami fragmentasi dan inkonsistensi yang dapat merugikan tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.

Banyak negara kini mencoba mengembangkan pendekatan hibrida yang menggabungkan unsur-unsur civil law dan common law untuk mengoptimalkan tata kelola pembangunan daerah. Pendekatan ini mengadopsi regulasi tertulis yang kuat sebagai fondasi kepastian hukum, sembari memberikan ruang fleksibilitas dalam pelaksanaan agar daerah dapat berinovasi sesuai karakteristik lokal. Dengan cara ini, standarisasi tata kelola tidak hanya menjadi instrumen administratif, melainkan juga mekanisme yang mendorong kualitas dan efektivitas perencanaan pembangunan.

Studi Kasus: Indonesia dan Negara dengan Sistem Hukum Berbeda

Indonesia yang menganut sistem civil law telah mengupayakan standarisasi tata kelola pembangunan daerah melalui sejumlah regulasi penting seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Regulasi ini memberikan kerangka normatif yang jelas tentang prosedur perencanaan, peran lembaga, serta mekanisme pengawasan. Namun, kenyataannya pelaksanaan di lapangan masih menghadapi tantangan seperti disparitas kapasitas sumber daya manusia, perbedaan kualitas kelembagaan, dan kurangnya sinkronisasi antara pusat dan daerah.


Sebagai perbandingan, negara-negara dengan sistem common law seperti Amerika Serikat menerapkan standarisasi tata kelola pembangunan daerah yang lebih fleksibel, namun sangat bergantung pada kekuatan lembaga pengadilan dan pengawasan internal pemerintahan daerah. Standar prosedur yang lebih adaptif memungkinkan penyesuaian sesuai kebutuhan lokal, tetapi seringkali memerlukan koordinasi yang intensif untuk memastikan keselarasan dengan kebijakan nasional. Model ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan transparansi dalam proses perencanaan sebagai bagian dari mekanisme kontrol sosial.

Tantangan dan Peluang dalam Mewujudkan Standarisasi Tata Kelola

Tantangan utama dalam mewujudkan standarisasi tata kelola perencanaan pembangunan daerah adalah bagaimana mengharmonisasikan kebutuhan kepastian hukum dengan kebutuhan fleksibilitas untuk inovasi lokal. Dalam konteks desentralisasi, daerah memiliki keragaman kondisi sosial-ekonomi dan kultur yang memerlukan pendekatan tata kelola yang tidak seragam secara kaku, namun tetap harus berada dalam koridor hukum yang jelas.

Peluang besar dapat diperoleh melalui pengembangan regulasi yang lebih adaptif, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan penggunaan teknologi informasi untuk mendukung transparansi dan koordinasi antar lembaga. Sistem hukum yang mendukung standarisasi tata kelola yang efektif harus mampu menjembatani antara kontrol administratif dan kebebasan inovasi, serta menyediakan mekanisme evaluasi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Perbandingan sistem hukum civil law dan common law dalam konteks standarisasi tata kelola perencanaan pembangunan daerah memberikan wawasan penting bagi pembuat kebijakan dan akademisi. Tidak ada sistem yang sempurna, namun pemahaman mendalam terhadap karakteristik dan implikasi setiap sistem dapat menjadi dasar untuk merancang kerangka hukum dan kelembagaan yang lebih efektif, responsif, dan inklusif. Standarisasi tata kelola bukan hanya persoalan teknis regulasi, tetapi juga menyangkut aspek sosial, budaya, dan politik yang melekat dalam sistem hukum yang dianut.

Oleh karena itu, reformasi tata kelola pembangunan daerah perlu dirancang secara holistik dengan memperhatikan konteks sistem hukum nasional sekaligus mengakomodasi dinamika lokal. Dengan demikian, pembangunan daerah dapat berjalan secara terencana, akuntabel, dan berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat luas.

*) Penulis adalahMahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (S3) Universitas Sumatera Utara

Editor
: Mutiara
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Discord Umumkan Pembaruan Kebijakan Besar, Berlaku Mulai 29 September 2025
CMO Pintu: Indonesia Berpotensi Jadi Role Model Adopsi Kripto Global
Usulan Gerbong Merokok di Kereta Api Ditolak, Kemenhub dan KAI Tegaskan Komitmen Kawasan Tanpa Rokok
MUI Respons Insiden Meninggal Saat Karnaval Sound Horeg di Lumajang: Jika Membawa Mafsadat, Hukumnya Haram
Presiden Prabowo Pimpin Rapat Dewan Ekonomi Nasional, Bahas Strategi Hadapi Ketidakpastian Global
Sri Mulyani Tetapkan Aturan Baru Pajak Kripto Mulai 2026: PPh Naik, PPN Nol Persen
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru