Presiden Prabowo Perintahkan Pemulihan Listrik di Aceh-Sumut-Sumbar Harus Rampung Minggu Malam
BOGOR Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pemulihan aliran listrik di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat paling lambat pada Mi
PERISTIWA
Oleh:Dr Hadi Daryanto
ISU pelepasan 1,6 juta hektare (ha) kawasan hutan era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Zulhas) kembali mencuat. Penelusuran dokumen hukum negara menunjukkan kebijakan ini murni langkah administratif tata ruang, bukan pemberian izin konsesi sawit.
Baca Juga:
Kebijakan ini merupakan legitimasi hukum atas revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau yang lama tertunda.
Fakta Hukum
Dalam SK Menhut tersebut, tidak ada klausul pemberian izin baru bagi perusahaan untuk membuka hutan lindung. Kebijakan tersebut diambil untuk menyesuaikan kondisi de facto di lapangan.
Banyak lahan yang tercatat masih "hutan" di peta lama, namun sudah menjadi permukiman dan pusat aktivitas masyarakat selama bertahun-tahun.
Pemerintah pusat merespons surat usulan resmi dari: gubernur, bupati, wali kota, dan aspirasi masyarakat se-Riau. Penyerapan usulan atau aspirasi ini bertujuan memberikan kepastian ruang pembangunan daerah.
Objek Lahan yang Dilepaskan
Lahan yang dilepaskan tersebut atas kepentingan tata ruang, di antaranya:
• Permukiman Penduduk: desa, kecamatan, hingga perkotaan padat penghuni.
• Fasilitas Sosial & Umum: jalan provinsi/kabupaten, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah.
• Lahan Garapan Masyarakat: area pertanian & perkebunan rakyat turun-temurun.
Tujuan utama dari penerbitan SK tersebut adalah memberikan kepastian hukum. Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal).
Kebijakan Zulhas saat itu dinilai sebagai solusi konkret untuk menghindari konflik agraria berkepanjangan dan memberikan hak legalitas tanah bagi rakyat Riau.
Angka 1,6 juta hektare hutan yang dibuka sering dikaitkan dengan deforestasi dan bencana ekologis seperti banjir. Narasi tersebut sering mengabaikan bahwa kebijakan ini untuk memutihkan status permukiman & fasilitas umum yang sudah terlanjur ada, bukan membuka hutan primer untuk industri besar.
Perdebatan publik muncul karena detail teknis sering diabaikan sehingga menjadi distorsi informasi. Kebijakan tata ruang era itu dituding pro-industri, padahal konteksnya adalah penyesuaian tata ruang dan legalisasi keterlanjuran.
BOGOR Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pemulihan aliran listrik di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat paling lambat pada Mi
PERISTIWA
JAKARTA Eks Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut banjir dan tanah longsor yang ter
PERISTIWA
MEDAN Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat harga cabai rawit merah secara nasional naik menjadi Rp66.691 per kilogram (kg), meningka
EKONOMI
DENPASAR Dekranasda Bali Fashion Week (DBFW) 2025 Sesi 2 hari ke5 dimeriahkan sembilan instansi di Provinsi Bali yang menampilkan 80 ka
SENI DAN BUDAYA
BANDA ACEH Polda Aceh kembali menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat terdampak banjir di Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten A
PERISTIWA
BANDA ACEH Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Aceh kembali memberangkatkan tim relawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) un
NASIONAL
JAKARTA Ketua DPP PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menanggapi usulan Koalisi Permanen yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Laha
POLITIK
ACEH Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem, menyampaikan kekhawatirannya atas kondisi warga terdampak banjir besar yang melanda sejum
PERISTIWA
MEDAN Dalam ajaran Islam, menjaga kebersihan bukan sekadar anjuran, melainkan bagian dari ibadah. Salah satu aspek penting dalam praktik
AGAMA
OlehDr Hadi DaryantoISU pelepasan 1,6 juta hektare (ha) kawasan hutan era Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Zulhas) kembali mencuat. Penelu
OPINI