JAKARTA – Cawapres nomor urut 3, Prof. Dr. Mahfud Md, memunculkan diskusi terkait isu kecurangan dalam konteks pemilu di Indonesia. Dalam pernyataannya, ia merujuk pada pengalaman di Mahkamah Konstitusi (MK), di mana sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua. Mahfud menggarisbawahi bahwa isu kecurangan dalam pemilu bukanlah hal yang baru, dan telah menjadi narasi umum bahwa pihak yang kalah cenderung menuduh pihak yang menang melakukan kecurangan.
Namun, Mahfud menegaskan bahwa pernyataannya tersebut tidak bermakna bahwa penggugat selalu kalah dalam setiap kasus. Sebagai mantan Ketua MK, ia mencontohkan beberapa kasus di mana MK telah memutuskan pembatalan hasil pemilu, memberikan contoh konkret dalam kasus Pilkada Jawa Timur tahun 2008 antara Khofifah Indar Parawansa dan Soekarwo alias Pakde Karwo.
Dalam konteks inilah, Mahfud menyampaikan bahwa istilah “pelanggaran terstruktur dan sistematis” dalam pemilu telah muncul sebagai vonis pengadilan pada tahun 2008. Vonis tersebut, menurutnya, menjadi titik awal dalam membuktikan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses pemilu.
Dengan pengalaman dan latar belakangnya sebagai seorang ahli hukum dan mantan Ketua MK, Mahfud menyatakan bahwa banyak kasus pemilu yang telah ditanganinya dan akhirnya dibatalkan serta didiskualifikasi. Baginya, penting bagi hakim untuk memiliki keberanian dalam menerima bukti-bukti yang disajikan dalam persidangan, karena hal tersebut menjadi landasan bagi kemungkinan dilakukannya pemilu ulang.
Pernyataan tersebut menjadi sorotan dalam diskusi mengenai integritas pemilu di Indonesia, serta menyoroti pentingnya lembaga peradilan, terutama MK, dalam menjaga keadilan dan keabsahan hasil pemilu.